Selasa, 10 Februari 2009

PSP

Eksistensi Guru

Guru adalah figure yang menjadi model anak didik dan masyarakat secara umum. Nilai-nilai positif guru menjadi panutan dan perilaku negatif guru bernilai sebuah ketabuan. Oleh karena itu guru dituntut untuk selalu mampu berpenampilan secara fisik dan psikis yang paling ideal baik di sekolah maupun di masyarakat.
Pandangan umum demikian dalam kapasitasnya sebagai model, guru dengan profesinya dalam mendidik dan mengajar dituntut secara qualified sebagai sosok yang kreatif, inovatif dan smart (clever) dalam keahlian mentransfer ilmu kepada peserta didik untuk mencerdaskan anak bangsa guna meningkatkan sumber daya manusia.
Kewajiban yang diemban profesi seorang guru memang sangat berat disamping guru dihadapkan pada masalah realitas dirinya bertanggung jawab memenuhi kebutuhan hidupnya secara finansial dan masalah-masalah lain yang masih melekat pada profesi seorang guru. Ditinjau dari profesi guru saat ini masih banyak kalangan pemerhati pendidikan masih memberikan penilaian yang mengambang (distabilitas), bagaimana tidak ?, tanpa melalui pendidikan keguruan seseorang dapat mengajar, hal yang tidak mungkin terjadi dengan profesi kedokteran atau hukum (advokat, hakim) dan profesi lainnya (Redja Mudyahardjo,1997 :277).
Dalam dialog interaktif Dirjen Dikmenum dengan Ketua PB PGRI dan Staf Ahli Menteri Kehakiman dan HAM, dikatakan munculnya Undang-undang Guru menuntut segala apa yang menyangkut keprofesian guru harus berdasarkan pada hukum (UU Guru). Untuk itu diperlukan beberapa hal :
1. Adanya persiapan bagi guru sedini mungkin mengembangkan wawasan keilmuan, tidak hanya pada bidang kajiannya tetapi suatu konektasi khususnya pengetahuan akan bidang-bidang lain di luar kependidikan.
2. Adanya jaringan (network) lembaga-lembaga terkait yang berhubungan dengan kewajiban dan hak sebagai tenaga professional.
3. Adanya sosialisasi antara kewajiban dan hak guru, langsung maupun tidak langsung dengan rekanan kerja secara mutualistis memiliki kepentingan bersama.

Dalam kaitannya dengan kualitas pendidikan, pentingnya peranan guru, dikemukakan oleh Sardiman (1996:123) bahwa guru adalah salah satu komponen manusiawi dalam proses belajar mengajar yang ikut berperan dalam pembentukan sumber daya manusia yang potensial dalam pembangunan. Untuk mengemban jabatan sebagai guru diperlukan persyaratan-persyaratan, yaitu: syarat administratif, syarat teknis, syarat psikis, dan syarat phisik. Sedangkan Suryadi Suryabrata (1983:42) menyatakan bahwa setiap pribadi guru terletak satu pertanggungan jawab untuk membawakan murid-muridnya pada satu taraf kematangan tertentu. Sesuai dengan tugas keprofesiannya, maka seorang guru dipersyaratkan memiliki kemampuan dalam spectrum yang lebih luas, yaitu kemampuan professional, kapasitas intelektual dan sifat edukasi sosial. Lebih jauh Sardiman (1996:21-22), juga mengatakan bahwa seorang guru dituntut memiliki profil kualifikasi tertentu dalam hal pengetahuan, kemampuan, sikap, dan tata nilai serta sifat-sifat pribadi, agar proses itu dapat berlangsung dengan efektif dan efisien.

Tugas dan kewajiban Guru

Tugas dan kewajiban guru yang paling utama adalah mengajar. Mengajar adalah pekerjaan yang sangat kompleks, meliputi seluruh persiapan komponen pembelajaran yang harus disiapkan guru sebelum melaksanakan pembelajaran serta faktor media dan sarana yang diperlukan dalam proses pembelajaran, dari perangkat lunak (soft ware) sampai perangkat kerasnya (hard ware). Disamping tugas-tugas lain yang dibebankan guru, baik yang langsung berhubungan dengan proses pembelajaran maupun tugas penunjang kedinasan lainnya.
Sebagai tenaga pengajar yang professional guru harus mampu menunjukkan kompetensinya dalam bidang pengetahuan, ketrampilan, menguasai komponen-komponen pembelajaran, seperti penguasaan kurikulum, materi dan bahan pembelajaran, metode pembelajaran, tehnik evaluasi serta strategi pembelajaran dalam berbagai learning style dan komitmen terhadap tugas yang menjadi tanggung jawabnya. Dalam pengembangannya untuk melaksanakan tugas tersebut guru dituntut selalu memiliki dedikasi dan disiplin tinggi agar dalam prosesnya berjalan secara sinergis dengan tujuan pembelajaran.
Untuk mencapai tujuan di atas perlu dilakukan usaha-usaha pembinaan kompetensi guru yang dilakukan secara terprogram dan berkesinambungan untuk meningkatkan kualitas profesi guru. Bidang garapan usaha pembinaan guru meliputi antara lain kemampuan merumuskan desain instruksional yang mencakup penguasaan komponen-komponen pembelajaran, peningkatan pengalaman melalui kegiatan penataran, pendidikan dan latihan, Kelompok Kerja Guru (KKG), Musyawarah Guru Mata Pelajaran (MGMP) dengan harapan out put dari kegiatan tersebut guru mampu mengakomodasikan ilmu dan pengalaman yang didapatkan ke dalam proses pembelajaran. Kapasitas guru dalam pembelajaran juga sangat ditunjang oleh kompetensi guru secara akademis khususnya dalam pengembangan ilmu pengetahuan.
Sistem pembinaan profesional yang diharapkan adalah suatu pola pendekatan yang mampu meningkatkan dan mendorong guru untuk belajar, bersikap baik, serta memiliki pengetahuan, kemampuan dan ketrampilan profesional. Kemampuan tersebut akan memberikan dampak positif dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran siswa di kelas, yang akhirnya akan meningkatkan prestasi belajar siswa (Suryabrata, 1983:42).
Disamping guru harus memiliki pendidikan profesi yang memadai, juga harus memiliki kompetensi keilmuan sesuai dengan bidang yang ditekuninya, memiliki kemampuan berkomunikasi yang baik dengan anak didiknya, mempunyai jiwa kreatif, inovatif, produktif, mempunyai etos kerja dan komitmen yang tinggi terhadap profesinya serta selalu melakukan pengembangan diri secara terus menerus (continuous inprovement) melalui orgranisasi profesi, komputer, internet, buku ajar, seminar, workshop dan sebagainya. Maka dengan demikian guru tidak lagi hanya dalam kapasitas knowledge based, tetapi lebih bersifat competency based yang banyak berorientasi pada optimalisasi penguasaan konsep keilmuan dan perekayasaan nilai-nilai yang bersifat moralitas dan mentalitas.
Dengan demikian profesionalisme guru masa depan dengan berdasarkan latar belakang akademis yang tinggi, guru tidak hanya tampil sebagai pengajar (teacher) , tetapi juga sebagai pelatih (coach), pembimbing (counselor), manajer belajar (learning manager).
Dari uraian di atas dapat dilihat adanya problematika pokok sebagai dasar pentingnya permasalahan untuk dilakukan penelitian, yakni suatu usaha peningkatan kualitas kompetensi tenaga profesional di bidang kependidikan yang menyangkut desain instruksional, peningkatan tingkat pendidikan, dan pengalaman dalam implementasi pembelajaran bagi para guru, khususnya bagi guru di jenjang pendidikan dasar dan menengah
Dengan pesatnya perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi maka permasalahan pendidikan khususnya profesionalisme guru terakumulasi secara dilematis-sinestic dalam problematika yang sangat kompleks dan harus selalu diupayakan penyelesaiannya agar selalu dapat mengikuti perkembangan dalam scope global, tidak hanya dalam lingkup pendidikan, tetapi secara eksplisit mampu diterapkan dalam kebutuhan multi dimensi teknologi .

Perencanaan Pembelajaran

Perencanaan Pembelajaran bertujuan untuk :
1. Memberikan wawasan kepada para pendidik dan calon pendidik secara sistematis dan komprehensif dimanapun mereka bertugas.
2. Memberikan landasan dan pedoman bagi para pendidik dan calon pendidik agar proses pembelajaran dapat berjalan secara kondusif, konstruktif, inovatif dan efektif dan menyenangkan.

Asumsi penerapan Perencanaan Pembelajaran :
1. Dinamika manajemen sekolah yang memiliki kebebasan dalam mengembangkan pengelolaannya lebih mendorong pada peningkatan kualitas yang lebih baik.
2. Kebijakan pendidikan pemerintah pusat, secara faktual sangat kecil dampaknya terhadap proses pembelajaran di kelas. Seperti perubahan kurikulum, pendidikan dan pelatihan guru, penataran, pengadaan buku dan peralatan sekolah tidak mengalami perubahan secara signifikan terhadap proses pembelajaran. Kendatipun di sekolah negeri perhatian lebih intensif, ternyata di sekolah swasta lebih leluasa dalam pengelolaannya. Kenyataan ini justru akibat sistim implementasi desentarisasi pendidikan.
3. Standar nasional pendidikan dalam rangka peningkatan mutu yang diharapkan pemerintah pusat terlalu dini diterapkan tanpa terlebih dahulu melakukan analisis contents (isi) atau materi bahan ajar sampai soal-soal evaluasi yang di sentralkan. Misalnya tidak sinkronnya antara kebebasan dalam menentukan proses pembelajaran di kelas dengan otonomi sekolah dengan evaluasi strandar nasional.
4. Pemerintah pusat sampai daerah kenyataannya sangat mendominasi terhadap kebijakan operasional sekolah tetapi belum mampu memenuhi kebutuhan sarana dan prasarana, tenaga dan dana yang cukup memadai, sehingga sekolah tidak memiliki kebebasan dalam mengembangkan sekolah, disamping pemerintah secara implisit terlalu mendominasi operasional pendidikan. akibatnya jaringan kerjasama yang diciptakan sekolah dengan pihak luar seperti dunia usaha, yayasan dan masyarakat terasa relatif lebih leluasa dalam pengembangannya. Kesan pemerintah terhadap sekolah hanya sekedar memberikan bantuan sebagai harapan-harapan setiap sekolah.
5. Sekolah harus mampu memberikan kepercayaan dan akuntabilitasnya terhadap pemerintah, dunia usaha, yayasan dan masyarakat sebagai stake holder . Sehingga dengan kredibilitas dan akuntabilitas tersebut sekolah akan memiliki “nilai jual” di masyarakat.
6. Bahwa setiap sekolah dalam proses pembelajarannya akan memiliki karakteristik yang unik karena dilatar belakangi oleh heterogenitas kultur masyarakat. Oleh karenanya maka sekolah akan mengatur suatu proses pembelajaran dengan suatu karakteristik yang unik pula, bahkan mengembangkannya menjadi suatu dinamika proses dengan tanpa mengabaikan kentekstual kurikulum yang didisain secara makro.
7. Manajemen berbasis sekolah akan berkembang dengan dinamis apabila mampu mengkolaborasi berbagai faktor di atas dalam bentuk kerjasama yang sinergis.

Peranan sekolah dalam penerapan Perencanaan pembelajaran :
1. Sekolah harus mampu mewujudkan pengelolaan seluruh sumber belajar dan mbertanggung jawab kepada mitra sekolah, masyarakat dan pemerintah.
2. Sekolah menjabarkan rumusan kebijaksanaan pemerintah pusat ke dalam perumusan strategi pembelajaran yang mampu mengakomodir potensi dan lingkungan sekolah.
3. Dengan adanya school council yaitu komite sekolah yang beranggotakan guru, kepala sekolah, orang tua dan masyarakat diharapkan mampu sebagai mitra kerja sekolah dalam merencanakan, mengambil keputusan, melakukan pengawasan, memberikan kontribusi pemikiran dalam pengelolaan dan proses pembelajaran.
4. Sekolah menerapkan strategi pembelajaran yangmampu melakukan perubahan sikap dan tingkah laku siswa, guru, kepala sekolah dan tenaga administrasi secara profesional da manajerial dalam operasional pendidikan.
5. Sekolah berperan mengembangkan profesionalisme melalui manajemen dan sosialisasi strategi pembelajaran.
6. Sekolah memaksimalkan kinerja lembaga, proses, pengelolaan sumber-sumber belajar secara efektif melalui indikator-indikator yang konseptual.

Faktor-faktor pembelajaran

Berbagai faktor sebagai integritas komponen pendidikan dan mempengaruhi tingkat keberhasilan proses pembelajaran adalah :
1 Faktor anak didik
2 Faktor pendidik
3 Faktor tujuan pendidikan
4 Faktor alat-alat pendidikan
5 Faktor milleu/lingkungan

Komponen Dokumen Kurikulum

n Buku kerangka dasar
n Buku standar kompetensi sebagai bahan kajian
n Buku standar kompetensi setiap mata pelajaran
n Buku pedoman-pedoman, referensi dan penunjang

Orientasi Perencanaan Pembelajaran

Ø Berpusat pada peserta didik (interesting)
Ø Mengembangkan kreativitas (creative)
Ø Menciptakan kondisi yang menyenangkan dan menantang (condition)
Ø Kontekstual (contecstual)
Ø Menyediakan pengalaman belajar yang beragam (experience)
Ø Belajar melalui berbuat (practicable)

Perencanaan Kalender Pendidikan

Penghitungan minggu dan jam efektif
Jumlah jam efektif = jumlah minggu efektif x (…) jam per minggu
Catatan : Berpedoman dari penghitungan minggu efektif disesuaikan dengan kalender pendidikan paket dinas pendidikan (pusat)

Pemetaan

Prinsip pemetaan untuk menentukan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar per Semester mempertimbangkan :
§ Urgensi
§ Tingkat Kesulitan
§ Kompetensi Dasar dalam Satu Siklus Kegiatan
§ Kemampuan Prasyarat
§ Kedekatan Budaya/Kebiasaan
§ Dll.

Pengembangan Silabus Sekolah : Mata Pelajaran : Kelas/Semester : Standar Kompetensi :
Kompetensi Dasar :
Indikator :
Alokasi waktu :
Jumlah pertemuan :

Pengembangan Sistem Penilaian
Sekolah :Mata Pelajaran :Kelas/Semester :Standar Kompetensi :

Pengembangan Silabus dan Sistem Penilaian (terintegrasi)Mata Pelajaran :Kelas/Semester :Standar Kompetensi :

Pemetaan Kompetensi Dasar per Unit Prinsip Pemetaan per Unit
· Berdayakan momen
· Kompetensi Dasar dalam Satu Siklus
· Dll.
Distribusi KD per Semester

Desain Pembelajaran
Sistimatika penyusunan desain pembelajaran

Mata Pelajaran :
Jenjang :
Kelas/Semester :
Alokasi Waktu : … x pertemuan (… jam pelajaran)


a. Standar Kompetensi :
b. Kompetensi Dasar :
c. Indikator :
d. Materi Pokok :
e. Strategi Pembelajaran :
Pertemuan pertama :
1. Kegiatan Pendahuluan
Motivasi dan Apersepsi (dideskripsikan)
2. Kegiatan Inti
3. Kegiatan Penutup
Pertemuan kedua dst.
Catatan: pengembangan kecakapan hidup dan pendekatan kontekstual tercermin dalam strategi pembelajaran
f. Sumber Belajar
g. Penilaian

Khusus untuk perencanaan pembelajaran dalam mata pelajaran baru adalah mata pelajaran pembiasaan. Kegiatan Belajar Perencanaan Pembelajaran Pembiasaan meliputi :

n Kegiatan rutin
n Kegiatan spontan
n Kegiatan teladan
n Kegiatan terprogram

Kegiatan Rutin
Adalah kegiatan yang dilakukan secara reguler. Baik di kelas maupun di sekolah. Bertujuan untuk membiasakan anak mengerjakan sesuatu dengan baik. Proses pembelajaran pembiasaan diantaranya adalah :
n Upacara (assembly, gathering dll)
n Senam
n Sembahyang luhur
n Pemeriksaan kesehatan
n Pergi ke perpustakaan
n Dll.

Kegiatan Spontan
Adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja, Di mana saja, tanpa dibatasi oleh ruang. Bertujuan untuk memberikan pendidikan pada saat itu juga, terutama dalam disiplin dan sopan santun dan kebiasaan baik yang lain.
n Membiasakan memberi salam
n Membiasakan membuang sampah pada tempatnya
n Membiasakan antre
n Membiasakan mengatasi silang pendapat (pertengkaran) dengan benar
n Dll.

Kegiatan Terprogram
Adalah kegiatan yang diprogramkan dan direncanakan baik pada tingkat kelas maupun sekolah yang bertujuan memberikan wawasan tambahan pada anak tentang unsur-unsur baru dalam kehidupan bermasyarakat yang penting untuk perkembangan anak.
n Seminar dan workshop: Aids, Hemat Energi, HAM/Hak Anak. Dll..
n Kunjungan: panti asuhan, tempat/orang yang terkena musibah, tempat-tempat penting dll.
n Proyek: lomba, pentas, bazar dll.


Kegiatan Teladan

Adalah kegiatan yang dapat dilakukan kapan saja dan di mana saja yang lebih mengutamakan pemberian contoh dari guru dan pengelola pendidikan yang lain kepada muridnya. Bertujuan memberikan contoh tentang kebiasaan yang baik.
n Memberi contoh berpakaian rapi
n Memberi contoh memuji hasil kerja yang baik
n Memberi contoh datang tepat waktu
n Memberi contoh hidup sederhana
n Dll.

Penilaian kelas merupakan suatu proses yang dilakukan melalui langkah-langkah perencanaan, pengumpulan informasi melalui sejumlah bukti yang menunjukkan pencapaian hasil belajar siswa, pelaporan, dan penggunaan informasi tentang hasil belajar siswa.

Penilaian Kelas

Ø Dilakukan oleh Guru untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar
Ø Berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan melalui berbagai cara.

CARA-CARA
n Penilaian melalui Portofolio (Portfolio)
n Penilaian melalui Unjuk Kerja (Performance)
n Penilaian melalui Penugasan (Proyek/Project)
n Penilaian melalui Hasil kerja (Produk/Product)
n Penilaian melalui Tes Tertulis (Paper & Pen)

Fungsi Penilaian
n Sebagai alat untuk menetapkan penguasaan siswa terhadap kompetensi.
n Sebagai bimbingan,
n Sebagai alat diagnosis,
n Sebagai alat prediksi
n Sebagai grading,
n Sebagai alat seleksi,

Pelaksanaan Konsep Ketuntasan Belajar

n Kriteria ketuntasan belajar setiap indikator berkisar antara 0 % - 100 %, idealnya kriteria masing-masing indikator di atas 60 %. Tetapi sekolah dapat menetapkan sendiri kriteria tersebut sesuai dengan kondisi masing-masing. Harapannya sekolah makin lama akan meningkatkan kriteria ketuntasan mendekati sempurna (100%).
n Jika semua indikator dalam suatu kompetensi dasar telah memenuhi kriteria, siswa dianggap telah menguasai KD, dan pada akhirnya menguasai Standar Kompetensi dan Mata Pelajaran.

DESAIN DASAR PERENCANAAN PEMBELAJARAN

a.Kontekstual
Strategi Pembelajaran diimplementasikan di kelas dengan melalui sebuah rancangan yang disebut dengan desain pembelajaran. Untuk itu setiap penentuan desain pembelajaran harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut :

1. Teliti, seksama, dan serius
Penentuan seluruh komponen yang hendak dijadikan faktor penentuan keberhasilan sebuah pembelajaran dilakukan penelitian secara seksama dan serius. Oleh karena itu setiap guru harus mampu melakukan action di kelas, maka peran PTK sebagai penelitian tindakan kelas dimulai dengan melakukan analisis masing-masing unsur dalam pembelajaran.

2. Universal dan logis.
Kebenaran penelitian yang dilakukan dengan seksama dan serius oleh setiap guru terhadap bahan ajar, metode, media, proses dan hasil dalam pembelajaran bersifat menyeluruh. Artinya kebenaran hasil analisis yang dilakukan guru terhadap desain yang dirancang dapat diterima oleh orang lain dengan rasional dalam koridor acuan kurikulum yang sedang berlaku.

3. Kausalitas, unsur-unsur dan faktor-faktor
Dalam desain strategi pembelajaran perlu dipikirkan sebab dan akibat yang ditimbulkannya. Artinya unsur-unsur didalam sebuah desain mampu memberikan illustrasi tentang irama, harmonisasi yang sistematis. Termasuk faktor-faktor yang mempengaruhinya. Misalnya dengan latar belakang siswa memberikan gambaran arah dan tujuan yang hendak dihasilkan dari pembelajarannya. Faktor ekonomi, faktor sosial, faktor pergaulan, faktor lingkungan keluarga. Semua faktor itu bila dapat dikemas dalam sebuah desain pembelajaran maka seorang guru dalam menghadapi siswa di kelas dalam pengelolaannya menjadi lebih efektif, fleksibel dan menyenangkan. Sehingga dengan sekecil mungkin akan terhindar dari punishmen ketika sedang terjadi permasalahan di kelas, bahkan sebaliknya akan mengetahui kelemahan-kelemahan yang ada pada diri siswa guru dalam pengelolaan kelasnya dapat membawa kemana arah yang dikendaki sesuai dengan program pembelajarannya.

4. (5 w + 1 h)
Dalam sebuah organisasi, termasuk mengorganisir suatu proses pembelajaran, mampu meng-cover jawaban dari pertanyaan apa, mengapa, siapa, dimana, kapan dan bagaimana. Artinya karakteristik siswa dalam kelas yang diasuhnya dapat difahami secara personal dan komprehensif, guru mampu memiliki latar belakang yang kuat dalam menyampaikan proses pembelajaran, guru mampu menguasai anak sebagai individu manusia yang utuh dan memiliki hak mutlak dalam proses pembelajaran, guru mampu menciptakan suasana belajar baik di dalam maupun di luar kelas yang menyenangkan dengan berbagai motivasi, demokratis, dan menciptakan manajemen pembelajaran yang persuasif dan kondusif. Oleh karena itu keberhasilan dalam proses pembelajaran sangat ditentukan oleh bagaimana seorang guru mengelola dan mengembangkan potensi dan kompetensi yang dimiliki siswa.

5. To change / adanya perubahan
Proses belajar adalah proses perubahan. Dari belum tahu menjadi tahu, dari belum mengerti menjadi mengerti dari belum bisa menjadi bisa dari belum terampil menjadi terampil, terjadinya perubahan sikap dan perilaku yang positif.
Proses tersebut tidak dilakukan oleh guru sebagai seorang changer, tetapi siswa sendiri sebagai individu yang harus mampu melakukan proses perubahan.

6. Melalui sebuah desain
Proses pembelajaran dengan memperhatikan bidang garapan secara kompleks memerlukan sebuah rancangan/konsep yang matang. Maka dalam desain dasar pembelajaran, secara sistematis dirumuskan secara berurutan dengan penjabaran yang konsider. Sebuah kurikulum dijabarkan dalam standar-standar kompetensi, standar kompetensi dijabarkan dalam kompetensi-kompetensi dasar, dan seterusnya sampai pada indikator, alokasi, tingkat dan bidang kemampuan sampai pada desain instruksionalnya (Instructional design).

b.Analisis Pembelajaran Secara Komprehensif
Secara epistemologi analisis (analyze) mengandung pengertian suatu pernyataan tehadap suatu hasil pemikiran, yang memiliki kebenaran logic, general, unversal, credibility, cavability, reliability, and validity.
Oleh karena itu sebuah pembelajaran secara komprehensif harus mampu di desain dalam rangka mencapai instruction tiap konteks. Maka dalam tigkat belajar yang sesederhana apapun, proses pembelajaran akan mudah diterima dalam instructional technical.
c.Practicable
Practicable bertujuan untuk memberikan experience (pengalaman) secara langsung dari proses pembelajaran. Suatu pembelajaran sangat didukung oleh media dan alat peraga yang secara visual memberikan motivasi verbal. Praktek dalam pembelajaran tidak selalu dapat diidentikkan dengan hardware yang sulit di dapatkan tetapi semua komponen dalam kelas dapat dijadikan media yang dipersonifikasikan dalam menyampaikan contents pembelajaran. Prakticable dijadikan syarat dalam setiap instruksional contecs.
Prinsip practicable dapat dipahami melalui dua hal yaitu :
· prinsip practical yang berhubungan langsung dengan tingkat efektifitas sebuah proses pembelajaran.
· princip experience/ pengalaman yang memberikan pengalaman langsung terhadap suatu proses pemelajaran dengan meminimalkan siswa dalam membayangkan, memaksimalkan suatu pengalaman belajar dengan suatu karya nyata / belajar nyata
d. Controlling
Controlling dalam proses pembelajaran berarti evaluasi dan pengukuran. Yaitu untuk mengetahui kualitas pelaksanaan dan hasil (procces and achievement) pembelajaran. Baik yang menyangkut tentang pengukuran kuantitatif maupun kualitatif.
Dalam pendidikan dan pengajaran program ini lebih banyak diistilahkan dengan monitoring dan evaluasi, artinya sebuah pengawasan dalam rangka menjaga kualitas pembelajaran, mulai dari persiapan, proses dan hasil pembelajaran.

e.Continous
Sebuah proses dapat diukur tingkat keberhasilannya jika dilakukan secara bertahap, berkesinambungan. Proses pembelajaran yang dilakukan dalam rutinitas kerja maka akan berhasil jika melalui perencanaan, pengorganisasian, pembagian tugas, koordinasi, pengawasan, administrasi dan pembiayaan. Semua unsur tersebut harus dilakukan dengan suatu kurun waktu tertentu dan terus menerus/ berkesinambungan.

f. Landasan dan sistimatika perencanaan pembelajaran

UUD 1945, GBHN,
UU No. 20 th 2003 (Sisdiknas), KURIKULUM
PP No. 19 th 2005 (Kurikulum kompetensi)
KURIKULUM STANDAR ISI
(PROSES DAN HASIL)
SILABUS


PROTA-PROMES
R. TEACHING
R. TEST

AMP


PSP/DESAIN/RPP
(SARANA, MEDIA DAN ALAT PEMBELAJARAN)
PERBAIKAN DAN PENGAYAAN

PROSES PEMBELAJARAN
(+ PENILAIAN PROSES)


EVALUASI DAN PENGUKURAN
ANALISIS HASIL TES(TES PENILAIAN)
SCORE TEST

KISI-KISI TES


TREATMENT TESTBUTIR SOAL+KUNCI JAWABAN



g. penilaian kedudukan penilaian
Kedudukan Nilai Harian dan Nilai Sumatif
Nilai sumatif ( nilai akhir semester atau tahun) merupakan kumpulan nilai harian ( SK, KD dan indikator), sehingga penilaian sumatif setiap akhir semester atau akhir tahun tidak harus dilakukan jika sekolah telah memperoleh gambaran tentang ketuntasan belajar siswa dari nilai hariannya (Nilai Kelas dan Nilai Blok). Oleh karena itu penilaian sumatif tidak memiliki bobot yang lebih besar dari nilai harian.
NILAI HARIAN
n nilai kelas (nk) : misal kuis, tugas, pekerjaan rumah, portofolio

n nilai blok (nb) : penilaian atas satu atau beberapa kd

n bobot nk dan nb ditentukan oleh sekolah atau menggunakan rumus
NK : NB = 0,25 : 0,75
Pelaksanaan Remedial
n Remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar pada indikator tertentu.
n Remedial dapat dilaksanakan setiap saat baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif.
n Penilaian kegiatan remedial dapat berupa tes maupun penugasan yang lain.
n Nilai kegiatan remedial tidak melebihi nilai standar ketuntasan belajar

Pelaksanaan Pengayaan
n Pengayaan dilakukan terhadap siswa yang telah mencapai ketuntasan belajar ketika sebagian besar siswa yang lain belum.
n Pengayaan dapat berbentuk tugas-tugas individual yang bertujuan untuk mengoptimalkan pencapaian hasil belajar siswa.
n Pengayaan dapat dilaksanakan setiap saat baik pada jam efektif maupun di luar jam efektif.
n Hasil penilaian kegiatan pengayaan dapat menambah nilai siswa pada mata pelajaran yang bersangkutan.

Adapun pembahasan dari masing-masing faktor tersebut sebagai berikut :
a.Faktor anak didik
Faktor ini adalah faktor yang sangat penting karena anak didik sebagai subyek pendidikan,faktor ini tidak dapat dikompensasi dengan faktor apapun.Dengan suatu keyakinan bahwa anak didik sebagai subyek didik dapat dididik.
Beberapa psikolog dan ahli paedagogig mengemukakan :
Ø Penganut Emperisme
Dipelopori oleh John Lock (Inggris) mengungkap dengan teori tabularasa. Mengatakan bahwa pendidikan mempunyai pengaruh yang tidak terbatas karena aanak didik diibaratkan sebagai sehelai kertas yang putih bersih yang dapat ditulisi apa saja sesuai dengan kehendak penulisnya. Baik dan buruknya sangat tergantung dari pendidikan yang diberikan kepadanya.
Ø Penganut Nativisme, yang dipelopori oleh Paedagog Schoupenhouer dari Jerman mengatakan bahwa anak sejak lahir mempunyai pembawaan yang cukup kuat, sehingga tidak dapat menerima pengaruh dari luar. Baik dan buruknya sangat dipengaruhi oleh faktor bawaannya bukan tergantung dari pengaruh dari luar. Pada hakekatnya pembawaan anak itu sendiri yang menentukan bahwa anak akan memiliki kemampuan personal, walaupun tidak mendapatkan pendidikan dari sejak usia anak-anak.
Ø Aliran Convergensi, menurut tokohnya William stern (Jerman), mengintegrasikan kedua teori sebelumnya dengan mengatakan bahwa keberhasilan pendidikan anak sangat dipengaruhi oleh dua faktor yanitu pembawaan anak dan daya pendidikan serta milliu atau lingkungan. Secara singkat anak kelak berhasil dan tidaknya dipengaruhi oleh dasar dan ajar.

b.Faktor Pendidik
Yang dimaksud engan pendidik adalah “Orang dewasa yang bertanggung jawab memberi pertolongan kepada anak didik dalam perkembangan jasmani dan rohaninya, agar mencapai kedewasaannya mampu berdiri sendiri memenuhi tugasnya sebagai makhluk Tuhan, makhluk sosial dan sebagai individu atau pribadi “ (Ag.Soejono: 60)

Faktor penentu dalam proses pendidikan salah satunya adalah pendidik atau guru. Pendidik bertanggung jawab dalam pembentukan pribadi anak didik.
Dalam rangka menciptakan profesionalisme dalam dunia pendidikan khusunya dari faktor pribadi pendidik harus memenuhi tuntutan-tuntutan kemampuan dalam berbagai segi, secara implisit harus memiliki modal dalam berbagai kemampuan yang memadai dengan sertifikasi yang relevan. Disamping faktor eksternal yang mempengaruhi performance-nya.Kreatifitas dan produktifitas dalam kerja guru membutuhkan suatu ketekunan dan etos kerja. Demikian sebaliknya kemampuan guru yang memadai harus ditunjang dengan faktor lain seperti infrastruktur, pendanaan (finance) dan sarana penunjang KBM lainnya. Terlepas dari semua faktor tersebut pribadi-pribadi guru harus terus mengadakan eksploitasi (pengusahaan/pendayagunaan) dan eksplorasi (penjelajahan lapangan dengan tujuan untuk memperoleh pengetahuan yang lebih banyak). Guru juga harus mampu membangun kultur yang baik dalam lingkungannya baik disekolah maupun di masyarakat. Menghadapi perkembangan tehnologi dan sistim yang dibangun dalam struktur pendidikan serta perubahan-perubahan yang terjadi dalam essensi materi pembelajaran, maka guru harus sanggup melakukan recoverable (memperoleh kembali) terhadap program-program yang memang dalam dunia pendidikan sudah saatnya harus dilakukan diubah agar tidak terjadi ketertinggalan perkembangan jaman. Sebagai contohnya terjadinya tambahan (suplemen) dan perubahan dan bahkan pengurangan beban belajar dalam paket kurikulum, tehnologi pembelajaran, manajemen pendidikan, orientasi pendidikan dan sebagainya.
Dalam perkembangan penduduk khususnya dalam usia 5-9 tahun dan 10-14 tahun merupakan kelompok terbesar. Kelompok ini adalah kelompok anak usia sekolah dasar.
Jaminan fasilitas yang diberikan kepada guru yang bersedia ditempatkan di wilayah manapun, belum mencukupi untuk membuat guru mau bertahan menghadapi masalah-masalah dalam tugasnya sebagai pelayan pendidikan. Mendidik anak usia Sekolah Dasar memerlukan keuletan usaha yang didasari oleh jiwa kepeloporan, yaitu tekat yang dinyatakan dalam sikap rela dan mau memulai suatu usaha, percaya diri dan tanggung jawab, berdedikasi dan tidak mudah menyerah terhadap kesulitan dalam tugas.



c. Faktor tujuan Pendidikan
Sektor pembangunan yang mendapatkan perhatian serius dari pemerintah adalah sektor pendidikan, karena melalui pendidikan dapat dibentuk manusia-manusia Indonesia yang tangguh dan berkualitas yang mampu membangun dirinya dan lingkungannya. Dapat dipastikan bahwa disetiap rumusan rencana pendidikan dalam ruang lingkup kecil maupun besar pasti berdasarkan suatu rumusan tujuan tertentu. Hal ini karena kurikulum yang diciptakan secara nasional masih berorientasi pada tujuan. Penguasaan dan pengembangan ilmu pengetahuan itu dapat dilakukan melalui bidang pendidikan. Namun kualitas pendidikan sampai saat ini masih tetap merupakan masalah yang menonjol dalam setiap usaha pembaharuan sistim pendidikan nasional.
Tujuan pendidikan yang termaktub dalam Garis-garis Besar Haluan Negara sejak rencana pembangunan lima tahun pertama sampai saat ini belum mengalami perubahan yang signifikan, karena sistim pendidikan nasional yang diterapkan di Indonesia juga masih bersifat monoton, maka rumusan tujuan pendidikan nasional dalam GBHN pada intinya masih tetap berbunyi yang sama yaitu :
“Pendidikan nasional berdasarkan Pancasila, bertujuan untuk meningkatkan manusia Indonesia, yaitu manusia yang beriman dan bertaqwa terhadap Tuhan yang maha Esa, berbudi pekerti yang luhur, berkepribadian, berdisiplin, bekerja keras, tangguh, bertanggung jawab, mandiri, cerdas, trampil serta sehat jasmani dan rohani, pendidikan juga harus mampu memperdalam dan menumbuhkan rasa percaya diri serta sikap dan perilaku inovatif dan kreatif dengan demikian pendidikan nasional akan mampu membangun dirinya sendiri serta bersama-sama bertanggung jawab atas pembangunan bangsa. (Departemen Penerangan Republik Indonesia,1988:71)
Ilmu pengetahuan dan tehnologi telah berkembang dengan pesat sekali dan sebagai akibatnya jika ditinjau dari tujuan pendidikan sangat berpengaruh pada sistem yang tepat agar tetap relevan dan kualitatif.
Berbagai upaya telah dilakukan yang hampir mencakup seluruh aspek pendidikan seperti pembaharuan kurikulum dan proses pembelajaran, peningkatan kualitas guru, pengadaan sistim penilaian, penataan sistim orgtanisasi dan manajemen serta usaha-usaha lain yang berkaitan dengan peningkatan kualitas pendidikan.
Salah satu indikator yang yang paling nampak bahwa hasil pendidikan dikatakan memiliki kualitas yang tinggi jika ketiga ranah pengetahuan,sikap dn ketrampilan yang dimiliki para lulusannya bermanfaat atau terimplementir dalam kehidupan yang akan datang.Kualitas yang tinggi tersebut dapat dicapai jika proses pembelajaran yang dilakukan di kelas maupun di luar kelas benar-benar efektif bagi pencapaian pengetahuan,sikap dan ketrampilan yang dimaksud.
Usaha pemerintah dalam bidang pengajaran menuntut guru untuk senantiasa meningkatkan kemampuan profesionalnya, usaha ini tidak hanya bermanfaat bagi guru sebagai pendidik tetapi juga mempunyai makna yang positif bagi peningkatan kualitas pendidikan pada umumnya.



d. Faktor alat-alat pendidikan
Maksud dari pembahasan ini adalah sarana dan prasarana yang digunakan sebagai pendudukung proses pembelajaran di sekolah.
Sarana pembelajaran di kelas memegang peranan yang sangat penting dalam rangka menghindari verbalisme atau kekaburan pemahaman anak terhadap suatu materi pelajaran. Secara makro alat-alat pembelajaran sebagai media pembelajaran mutlak diperlukan bagi guru dengan harapan seluruh instruksional di kelas dapat dengan mudah dikuasai anak, komunikatif dan kualitatif.
Berhubungan dengan pengembangan media pembelajaran,maka dapat diidentifikasikan langkah-langkah pengembangan program media sebagai berikut:
ú Menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa
ú Merumuskan tujuan instruksional
ú Merumuskan butir-butir materi secara terinci didukung tercapainya tujuan.
ú Mengembangkan alat ukur keberhasilan
ú Menuliskan masalah media
ú Mengadakan tes dan revisi

Secara klasikal dapat dilihat pada gambar flow-chart sebagai berikut :

Rumusan Butir
Materi

Identifikasi
Kebutuhan Perumusan Alat
Pengukur
Keberhasilan
Revisi
Identifikasi
Kebutuhan
Penulisan
Naskah Media


Identifikasi
Tes Uji Coba Kebutuhan

(Arief.S.Sadiman dkk )

Peneliti menganalisis kebutuhan dan karakteristik siswa dengan kebutuhan proses pembelajaran adalah kesenjangan antara apa yang dimiliki siswa dengan apa yang diharapkan. Apersepsi dalam pra pembelajaran mengandung makna sangat besar bagi guru untuk menentukan kesulitan belajar, dengan kesulitan belajar yang dihadapi anak maka akan terjadi suatu rencana untuk memecahkan masalah secara komunikatif melalui alat/media pembelajaran.

Tipologi siswa
Karakteristik siswa secara umum dapat dilihat dari tipologi siswa itu sendiri, yaitu :
1. Tipe siswa yang visual, yaitu tipe dimana siswa mengandalkan aktivitas belajar pada materi-materi yang dilihatnya. Indera mata (penglihatan) memegang peranan penting dalam cara belajarnya.
2. Tipe siswa yang auditif, yaitu siswa yang mengandalkan kesuksesannya dalam belajar kepada alat pendengaran yaitu telinga. Dalam tipe ini materi lebih cepat dapat diserap melalui lisan.
3. Tipe siswa yang taktil, yaitu tipe siswa yang mengandalkan penyerapan hasil pembelajaran melalui peraba yaitu tangan, kulit atau bagian luar tubuh.
4. Tipe siswa quastatif, yaitu mengandalkan kemampuan lidahnya.
5. Tipe campuran, sebenarnya paling fleksibel sebab tipe ini sangat memberikan jalan yang mudah bagi pendidik secara tepat menyajikan konsep analisis awal terhadap perilaku siswa.

Pengalaman siswa memberikan kontribusi besar dalam kematangan behavior proses pembelajaran. Oleh karena itu proses yang sedang berlangsung tidak dapat diharapkan sebagai pemikiran instan, yang dapat dirasakan hasilnya secara cepat tepat dan hasil guna, namun akan berlangsung secara bertahap melalui proses penyempurnaan kemampuan, sikap dan keterampilan, dengan tetap memperhatikan faktor internal dan eksternal dalam diri siswa.
Dalam penerapan strategi apaun guru diharapkan mampu memahami perilaku siswa secara bertahap, sebagai kematangan klasifikasi pengalaman.
Klasifikasi pengalaman perilaku belajar siswa menurut Edgar Dale dapat dilukiskan sebagai sebuah hasil belajar secara bertingkat, sebagai berikut :

VERBAL


GAMBAR


SUARA


SUARA DAN GERAK


KARYA WISATA


DEMONSTRASI


KETRAMPILAN PENGALAMAN LANGSUNG


Faktor milleu/lingkungan
Faktor dari lingkungan siswa sangat berpengaruh besar. Harus disadari bahwa siswa belajar di sekolah selama beberapa jam saja sedangkan selebihnya banyak terjadi hubungan sosial baik dengan teman sejawat, keluarga, dan masyarakat.
Pada pembahasan masalah lingkungan siswa dapat peneliti uraikan dalam kajian analisis tantangan sikap orang tua dan masyarakat yang belum atau kurang menyadari akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
Dari kasus perkasus seorang guru atau calon guru adalah bagaimana menghadapi situasi dan kondisi khususnya dalam memasuki dunia kerja.

Dari kenyataan sekarang adalah bagaimana seorang guru atau calon guru mempersiapkan dirinya untuk memasuki dunia kerja sebagai pendidik dan pengajar di lapangan.Maka bagi mahasiswa secara implisit perlu kesiapan mentalitas, yaitu :

Tantangan untuk berdedikasi
Berupa kesediaan para lulusan untuk ditempatkan di wilayah manapun/walaupun situasi daerah yang belum memberikan kemudahan fasilitas dalam pelayanan pendidikan.
Secara psikologis masyarakat harus diberikan bekal dengan kesadaran yang tinggi bahwa pada tahap awal berkembangnya suatu sistim baru khususnya dalam menghadapi tehnologi pendidikan seiring dengan berkembangnya ilmu pengetahuan dan tehnologi secara makro disertai tingkat pertumbuhan penduduk yang berarti berdampak melonjaknya jumlah usia angkatan kerja ,maka akan berakibat secara langsung dalam prosentasi banyaknya angkatan kerja kerja .
Tantangan untuk berdedikasi dari para guru dan calon guru dapat ditinjau dari berbagai segi kemampuan :
a.Kemampuan intrapersonal
Kemampuan yang menyangkut individu atau personal pendidik.Dalam peningkatan dan pengembangan personal mencakup berbagai hal, yakni peningkatan kemampuan dalam ranah kognitif (pengetahuan), ranah afektif (sikap) dan ranah psikomotor (ketrampilan) disamping harus meningkatkan daya produktifitas dan kreatifitas.Implementasi kemampuan interpersonal sangat tergantung dari individu mereka sendiri.Antara lain secara kognitif kemauan dan kesanggupan eksploitasi dan eksplorasi secara inovatif dengan tindakan sanggup membaca, melakukan eksperimen, observasi dan kemauan untuk melakukan penelitian dan pengembangan dalam berbagai disiplin ilmu dan tehnologi pendidikan, meningkatnya kesadaran untuk mau membaca adalah kesadaran hati bahwa dengan membaca akan membuka alam fikiran kita untuk mau menerima ilmu dari berbagai karya tulis “orang-orang pandai”. Terlebih lagi ilmu yang dapat diserap merupakan ilmu terapan amak akan memberikan wacana yang lebih luas sehingga guru atau calon guru memiliki kesiapan yang benar-benar dapat diandalkan ketika terjun di tengah – tengah para siswanya.
Sedang dalam ranah afektif adalah sikap yang menyangkut mentalitas dan moralitas guru atau calon guru. Kesanggupan untuk menghargai dan dihargai ditengah-tengah siswanya khususnya dan di seluruh komponen sekolah.Sadar bahwa sekolah sebagai wawasan wiyata mandala yang setiap saat harus mencerminkan nilai-nilai pendidikan dan pengajaran.Demikian pula mentalitas untuk sanggup melihat,mendengar dan memahami berbagai situasi dan kondisi dari berbagai perbedaan dan keragaman (heterogenitas) yang ada pada anak didik (prinsip differential individu). Demikian kompleksnya permasalahan yang dihadapi sekarang ini tutur kata dan perilaku merupakan bentuk aktifitas yang paling sensitif di mata anak.
Dalam tingkat keterampilan (spikomotor) maka seorang guru atau calon guru harus dapat memberikan tauladan atau contoh konkrit dalam bentuk karya nyata sebagai sikap akuntabilitas guru di mata anak. Untuk mengarah kepada karya nyata maka guru harus melakukan berbagai tindakan yang dapat divisualisasikan atau di demontrasikan di hadapan anak didik baik secara insidental maupun kontinuitas, tergantung dari bidang pembelajaran yang dihadapinya.
b.kemampuan intrapersonal
Kemampuan intrapersonal yang dimaksud adalah menyangkut kemampuan untuk menjalin hubungan antar individu dalam lingkungan sekolah itu sendiri.Meliputi hubungan antar sesama guru,antara guru dengan Kepala sekolah, Guru dengan siswa, Guru dengan pelaksana/karyawan sekolah dan antara guru dengan masyarakat di lingkungan sekolah.
Beberapa hal yang harus diciptakan dalam rangka menjalin hubungan yang harmonis antara berbagai komponen sekolah antara lain meliputi:
ú Kesamaan sikap,visi dan misi dalam kebijakan pendidikan dari pimpinan.
ú Keragaman tehnologi pembelajaran yang berkembang dan diberlakukan sekolah
ú Kebersamaan berbakti dalam melakukan pembinaan kepada subyek didik.
ú Kesanggupan menentukan kredibilitas,kinerja dan etos kerja sesuai dengan porsi pekerjaannya
ú Kesanggupan memiliki kesetiaan,kedisiplinan dan kejujuran profesional menerapkan kebijaksanaan dari target materi pembelajaran sesuai dengan tingkat kebutuhan peserta didik.
ú Bersama-sama mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
ú Menciptakan dan menjaga hubungan baik sesama guru.
ú Mengembangkan profesi dengan memelihara dan membina profesi melalui wadah tertentu atau organisasi profesi tertentu.

Tantangan sikap orang tua dan masyarakat .
Belum atau kurang menyadari akan pentingnya pendidikan bagi anak-anak mereka.
Semua masalah dapat diatasi dengan duduk dan bicara bersama-sama didasari dengan niat baik, arif dan bijaksana.
Orang tua dan masyarakat adalah bagian dari komponen sekolah.Kendatipun mereka di luar lingkup sekolah tetapi tidak dapat dipisahkan karena minimal diantara masyarakat itulah sebagai sumber keberadaan siswa di sekolah.Oleh karena itu orang tua langsung maupun tidak langsung terlibat dalam berbagai kegiatan sekolah.
Dengan demikian dalam berbagai kegiatan sekolah guru dan seluruh komponen sekolah harus dapat “merangkul dan menggandeng” mereka sebagai mitra dan sebagai aset sekolah. Keterlibatan orang tua atau masyarakat sekolah harus diberikan batasan-batasan tertentu sesuai dengan kapasitasnya.
Beberapa prinsip dalam menghadapai orang tua dan masyarakat sekolah antara lain :

a.Keterpaduan
Artinya mulai Kepala Sekolah, Guru, Karyawan dan tenaga administrasi merupakan keluarga besar sekolah dalam satu kesatuan yang berhubungan satu dengan yang lain.

b.Kesinambungan
Adanya proses yang berkembang terus,dengan peran dan partisipasi sekolah secara aktif untuk memberikan informasi yang terus menerus demikian sebaliknya masyarakat berpartisipasi membantu sekolah melalui pembentukan “PUBLIC OPINION” agar image masyarakat tetap baik terhadap sekolah.

c.Menyeluruh
Penyajian proses dan hasil kegiatan disajikan secara faktual/fakta-fakta dan karya nyata dalam seluruh aspek.
d.Sederhana
Adalah penciptaan informasi yang operasional dan komunikatif (jelas, mudah dimengerti/difahami) sehingga dapat diterima dengan suka cita.

e.Konstruktif
Informasi yang diberikan kepada masyarakat sekolah dan masyarakat wali murid/umum dapat membentuk pendapat umum yang positif/membangun terhadap sekolah.

f.Kesesuaian
Program yang dirumuskan harus memperhatikan dan menyesuaikan dengan perkembangan masyarakat dengan tidak meninggalkan tehnologi yang telah berkembang dalam masyarakat. Dan menghindari bentuk-bentuk pemaksaan imajinasi dan ideologi di luar kemampuan masyarakat umumnya

g.Fleksibel
Program kegiatan siswa dapat dirumuskan dengan situasional dan kondisional artinya dapat mengalami perubahan dalam situasi secara insidental.
Dalam menghadapi berbagai permasalahan yang timbul baik dari dalam sekolah maupun dari luar sekolah yaitu dari orang tua atau masyarakat dengan berdasarkan prinsip-prinsip di atas kita,para guru harus melakukan pendekatan secara persuasif yaitu pendekatan secara teratur dengan perlahan-lahan-lahan dan hati-hati disesuaikan dengan kondisi masyarakat.
Implementasi dari tantangan yang dihadapi dari masyarakat yang berkembang dengan berbagai permasalahannya dapat ditempuh antara lain :
a.Mengadakan pertemuan dari hati ke hati
b.Mengadakan home visit (kunjungan rumah) secara insedental ataupun temporer baik ada maupun tidak ada kegiatan, khususnya dalam rangka pendekatan tersebut.
c.Menyampaikan pelaporan kemajuan hasil belajar kepada orang tua siswa berupa raport ataupun hasil Ujian.
d.Mengadakan kegiatan show of force,dapat berupa unjuk karya siswa, pagelaran, pameran, bursa,display,expo,dan exibhition dalam berbagai even sekolah maupun yang diadakan instansi terkait.
e.Mengadakan take and give berupa suatu kontribusi secara moral spiritual maupun secara material.
f.Mengadakan pertemuan kelompok dengan agenda dapat berupa ajang silaturahmi,tatap muka biasa,bertukar pengalaman,diskusi atau sarasehan dalam rangka kemitraan sekolah masyarakat.
Beberapa sifat dalam menciptakan hubungan antara sekolah dengan masyarakat (orang tua murid) harus dipikirkan pula nilai-nilai manfaatnya.
a.Hubungann timbal balik,yakni dapat memberikan manfaat kepada kedua belah fikak baik sekolah maupun masyarakat.
b.Hubungan bersifat sukarela, berdasarkan keyakinan keyakinan dan kesadaran bahwa sekolah merupakan bagian integral dari masyarakat dan masyarakat bertanggung jawab atas kehidupan sekolah.
c.Hubungan yang kontinyu, yaitu terjadinya hubungan yang terus menerus dan berkesinambungan sepanjang masa.
ú Dari ketiga hal tersebut maka diharapkan tumbuhnya kreatifitas dan dinamika kedua belah pihak, sehingga hubungan itu bersifat aktif dan dinamis.
ú Hal inilah salah satu bentuk inovasi yang sangat memungkinkan sifat keterbukaan masyarakat terhadap perubahan pendidikan yang setiap waktu mengalami perubahan menyesuaikan dengan kondisi dan sistim --yang dalam birokrasi-- juga sering berubah secara nasional.



PENGERTIAN KURIKULUM
n Kurikulum adalah seperangkat rencana dan pengaturan mengenai tujuan, isi, dan bahan pelajaran serta cara yang digunakan sebagai pedoman penyelenggaraan kegiatan pembelajaran untuk mencapai tujuan pendidikan tertentu. Sesuai dengan pengertian tersebut, Kurikulum 2004 berisi seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi yang dibakukan untuk mencapai tujuan nasional dan cara pencapaiannya disesuaikan dengan keadaan dan kemampuan daerah dan sekolah dan madrasah.


PENGERTIAN KOMPETENSI
n Kompetensi merupakan pengetahuan, keterampilan, sikap dan nilai-nilai yang diwujudkan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak. Kompetensi dapat dikenali melalui sejumlah hasil belajar dan indikatornya yang dapat diukur dan diamati. Kompetensi dapat dicapai melalui pengalaman belajar yang dikaitkan dengan bahan kajian dan bahan pelajaran secara kontekstual.
n Kompetensi dikembangkan secara berkesinambungan sejak Taman Kanak-kanak dan Raudhatul Athfal, Kelas I sampai dengan Kelas XII yang menggambarkan suatu rangkaian kemampuan yang bertahap, berkelanjutan, dan konsisten seiring dengan perkembangan psikologis peserta didik.

Penjelasan untuk Kelas VII – IX :
n Pengelolaan kegiatan pembelajaran dalam kegiatan pembiasaan dimaksudkan untuk mendorong/mendukung penerapan nilai-nilai dalam bentuk prilaku/perbuatan. Kegiatan ini sepenuhnya diorganisasikan oleh sekolah dan madrasah. Kegiatan pembiasaan ini bukan mata pelajaran.
n Alokasi waktu total kelas VII yang disediakan adalah 34 s.d 38 jam pelajaran perminggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah alokasi waktu total atau megubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah, madrasah atau daerah.


3. Satu jam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. Jam tatap muka per minggu adalah 34 s.d 38 jam pelajaran. Jumlah jam belajar per tahun 1.156 s.d 1.520 jan pelajaran (52.020 s.d 68.400 menit)
4. Alokasi waktu total klas VIII – IX yang disediakan adalah 36 – 40 jam pelajaran per minggu. Daerah, sekolah atau madrasah dapat menambah lokasi waktu total atau mengubah alokasi waktu mata pelajaran sesuai dengan kebutuhan siswa, sekolah madrasah atau daerah, dan tidak melebihi waktu total.

5. Satujam pelajaran tatap muka dilaksanakan selama 45 menit. Jam tatap muka per minggu adalah 36 s.d 40 jam pelajaran. Jumlah jam belajar pertahun 1.224 s.d 1.600 jam pelajaran (55.080 s.d 72.000 menit)
6. Mata pelajaran Pendidikan Kewarganegaraan dan Ilmu Pengetahuan Sosial dapat diajarkan baik secara sendiri-sendiri maupun secara terintegrasi yang diatur sepenuhnya oleh sekolah.
7. Pengelolaan kegiatan pembelajaran dalam kegiatan pembiasaan dimaksudkan untuk mendorong/mendukung penerapan nilai-nilai dalam bentuk prilaku/perbuatan. Kegiatan ini sepenuhnya diorganisasikan oleh sekolah dan madrasah. Penjelasan teknis kegiatan tersebut diatur dalam pedoman tersendiri.

8. Muatan lokal diadakan dan ditentukan jenisnya oleh daerah/sekolah sesuai dengan kebutuhan dan kesiapan daerah/sekolah. Kegiatan atau bahan kajian dan pelajarannya diatur sepenuhnya oleh daerah atau sekolah.
9. Ketrampilan/Teknologi Informasi dan Komunikasi dipilih oleh sekolah, madrasah dan daerah sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan siswa, sekolah, madrasah dan daerah.

Struktur Kurikulum untuk SMP Khusus (SMPKh) disesuaikan dengan jenis kelainan masing-masing.

Pengelolaan Kurikulum Berbasis Sekolah

Ø Mengacu pada Visi dan Misi Sekolah
Ø Pengembangan perangkat kurikulum (a.l. silabus)
Ø Pemberdayaan tenaga kependidikan dan sumber daya lainnya untuk meningkatkan mutu hasil belajar
Ø Pemantauan dan Penilaian untuk meningkatkan efisiensi, kinerja dan kualitas pelayanan terhadap peserta didik
Ø Berkolaborasi secara horizontal (sekolah lain, Komite Sekolah, Organisasi Profesi), dan vertikal (Dewan dan Dinas Pendidikan)


DIREKTORAT PENDIDIKAN LANJUTAN PERTAMA
DIREKTORAT JENDERAL MANAJEMEN PENDIDIKAN DASAR DAN MENENGAH
DEPARTEMEN PENDIDIKAN NASIONAL
TAHUN 2005

B. Arti Perencanaan Sekolah/RPS
§ Perencanaan sekolah adalah suatu proses untuk menentukan tindakan masa depan sekolah yang tepat, melalui urutan pilihan, dengan memperhitungkan sumberdaya yang tersedia.
§ RPS adalah dokumen tentang gambaran kegiatan sekolah di masa depan dalam rangka untuk mencapai perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan.

C. Istilah-istilah Penting
§ Visi adalah rumusan umum mengenai keadaan yang diinginkan pada akhir periode perencanaan;
§ Misi adalah rumusan umum mengenai tindakan (upaya-upaya) yang akan dilaksanakan untuk mewujudkan visi;
§ Tujuan (baku) adalah rumusan mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu tertentu;
§ Sasaran/tujuan situasional adalah rumusan spesifik mengenai apa yang diinginkan pada kurun waktu tertentu dengan memperhitungkan tantangan nyata yang dihadapi (sasaran merupakan jabaran tujuan);
§ Strategi adalah langkah-langkah berisikan program-program indikatif untuk mewujudkan visi dan misi;
§ Kebijakan adalah arah/tindakan yang diambil oleh Pemerintah Pusat/Daerah untuk mencapai tujuan;
§ Program adalah instrumen kebijakan yang berisi satu atau lebih kegiatan yang dilaksanakan oleh sekolah untuk mencapai tujuan.
D. Tujuan RPS
RPS disusun dengan tujuan untuk: (1) menjamin agar perubahan/tujuan sekolah yang telah ditetapkan dapat dicapai dengan tingkat kepastian yang tinggi dan resiko yang kecil; (2) mendukung koordinasi antar pelaku sekolah; (3) menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antar pelaku sekolah, antarsekolah dan dinas pendidikan kabupaten/kota, dan antarwaktu;


(4) menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan; (5) mengoptimalkan partisipasi warga sekolah dan masyarakat; dan (6) menjamin tercapainya penggunaan sumber-daya secara efisien, efektif, berkeadilan dan berkelanjutan.
E. Sistem Perencanaan Sekolah (SPS)
• SPS adalah satu kesatuan tata cara perencanaan sekolah untuk meng-hasilkan rencana-rencana sekolah (RPS) dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan yang dilaksanakan oleh unsur penyelenggara sekolah dan masyarakat (diwakili oleh komite sekolah).
F. TUJUAN SISTEM PERENCANAAN PENDIDIKAN
§ Mendukung koordinasi antarpelaku pendidik-an;
§ Menjamin terciptanya integrasi, sinkronisasi, dan sinergi baik antara sekolah dengan dinas pendidikan, dinas pendidikan propinsi, dan pusat
§ Menjamin keterkaitan dan konsistensi antara perencanaan, penganggaran, pelaksanaan, dan pengawasan;
§ Mengoptimalkan partisipasi masyarakat; dan menjamin tercapainya penggunaan sumber-daya secara efisien, efektif, berkeadilan, dan berkelanjutan.
G. RPS Jangka Panjang, Menengah (Strategis), dan Tahunan
§ RPS Jangka Panjang adalah dokumen perencanaan sekolah untuk periode 20 (dua puluh) tahun;
§ RPS Jangka Menengah (Rencana Strategis) adalah dokumen perenca-naan sekolah untuk periode 4 (EMPAT) tahun;
§ RPS Tahunan adalah dokumen perencanaan sekolah untuk periode 1 (satu) tahun.
J. Jenis Perencanaan Pendidikan
Tergantung dari kepentingannya, jenis perencanaan pendidikan sekolah meliputi:

H. Prinsip-Prinsip Penyusunan RPS
Penyusunan RPS menerapkan prinsip-prinsip: memperbaiki prestasi belajar siswa, membawa perubahan yang lebih baik (peningkatan/ pengembangan), sistematis, terarah, terpadu (saling terkait & sepadan), menyeluruh, tanggap terhadap perubahan, demand driven (berdasarkan kebutuhan), partisipasi, keterwakilan, transparansi, data driven, realistik sesuai dengan hasil analisis SWOT, dan mendasarkan pada hasil review dan evaluasi.

I. Tahap-tahap Penyusunan RPS
• Melakukan analisis lingkungan strate-gis sekolah
• Melakukan analisis situasi untuk mengetahui status situasi pendidikan sekolah saat ini
• Memformulasikan pendidikan yang di-harapkan di masa mendatang
• Mencari kesenjangan antara butir 2 & 3
• Menyusun rencana strategis
• Menyusun rencana tahunan
• Melaksanakan rencana tahunan
• Memonitor dan mengevaluasi

Rencana Strategis Sekolah
Rencana Strategis Sekolah (Renstra)
§ Analisis lingkungan strategis sekolah
§ Analisis situasi pendidikan sekolah saat ini
§ Analisis situasi pendidikan sekolah yang diharapkan 4 tahun kedepan
§ Kesenjangan antara situasi pendidikan sekolah saat ini dan yang diharapkan 5 tahun kedepan
§ Visi, misi, dan tujuan
§ Kebijakan dan program-program strategis untuk mencapai visi, misi, dan tujuan
§ Strategi pelaksanaan
§ Milestone (output apa & kapan)
§ Rencana biaya (alokasi dana)
§ Rencana pemantauan dan evaluasi
Rencana Tahunan Sekolah
Format Rencana Tahunan Sekolah(Alternatif I)
§ Analisis lingkungan operasional sekolah
§ Analisis pendidikan sekolah saat ini
§ Analisis pendidikan sekolah 1 tahun kedepan
§ Kesenjangan antara pendidikan sekolah saat ini dan 1 tahun kedepan (tantangan/loncatan)
§ Sasaran-sasaran/tujuan jangka pendek (tahunan) yang akan dicapai
§ Program-program untuk mencapai setiap sasaran
§ Milestone (output apa & kapan dicapai)
§ Rencana biaya (besar dana, alokasi, sumber dana)
§ Rencana pelaksanaan program
§ Rencana pemantauan dan evaluasi
§ Jadwal pelaksanaan program
§ Penanggungjawab program/kegiatan
FORMAT RENCANA TAHUNAN SEKOLAH (ALTERNATIF II: SWOT)
§ Analisis lingkungan operasional sekolah
§ Analisis pendidikan sekolah saat ini
§ Analisis pendidikan sekolah 1 tahun kedepan (yang diharapkan)
§ Kesenjangan antara pendidikan sekolah saat ini dan 1 tahun kedepan (tantangan/loncatan)
§ Tujuan tahunan/tujuan jangka pendek (sasaran)
§ Urusan-urusan sekolah yang perlu dilibatkan untuk mencapai setiap sasaran dan yang masih perlu diteliti tingkat kesiapannya
§ Analisis SWOT (mengenali tingkat kesiapan masing-masing urusan sekolah melalui analisis SWOT)
§ Langkah-langkah pemecahan persoalan, yaitu mengubah ketidaksiapan menjadi kesiapan urusan sekolah.
§ Rencana dan program sekolah
§ Milestone (output apa & kapan dicapai)
§ Rencana biaya (besar dana, alokasi, sumber dana)
§ Rencana pelaksanaan program
§ Rencana pemantauan dan evaluasi
§ Jadwal pelaksanaan program
§ Penanggungjawab program/kegiatan

GEJALA 4 SERANGKAI
DIAGRAM ALUR BERPIKIR PENYUSUNAN RENCANA PENGEMBANGAN SEKOLAH
URUSAN-URUSAN SEKOLAH
ANALISIS ‘ SWOT ’











Layanan Pendidikan yang Bermutu
Optimalisasi Layanan


PENGELOMPOKAN PROGRAM
• Pelayanan Kegiatan Kurikuler dan ekstrakurikuler bagi Siswa
• Peningkatan Profesionalitas Guru
• Pengembangan Kelembagaan

Ekstrakurikuler ( Pelayanan Bakat dan Minat Siswa)

Pendidikan Pencegahan Penyalahgunaan Narkoba
Pembangunan Karakter Bangsa
IMPLIKASI PP NO 19 TAHUN 2005 TENTANG
Standar nasional pendidikan
Terhadap pengembangan
Satuan pendidikan

TUGAS BSNP

KERANGKA DASAR & struktur kurikulum
• Kelompok mata pelajaran agama dan akhlak mulia
• Kelompok mata pelajaran kewarganegaraan dan kepribadian
• Kelompok mata pelajaran ilmu pengetahuan dan teknologi
• Kelompok mata pelajaran estetika
• Kelompok mata pelajaran jasmani, olah raga, dan kesehatan
BEBAN BELAJAR
• MENGGUNAKAN JAM PEMBELAJARAN SETIAP MINGGU SETIAP SEMESTER DENGAN:
Ø Sistem tatap muka,
Ø penugasan terstruktur, dan
Ø kegiatan mandiri tidak terstruktur
• BEBAN BELAJAR …

KURIKULUM tingkat satuan pendidikan
Sekolah dan komite sekolah mengembangkan kurikulum tingkat satuan pendidikan dan silabusnya berdasarkan:
Ø kerangka dasar kurikulum, dan
Ø standar kompetensi,
di bawah supervisi dinas kab/kota, dan/atau dinas provinsi

KALENDER PENDIDIKAN
• Kalender pendidikan mencakup:
Ø permulaan tahun ajaran,
Ø minggu efektif belajar,
Ø waktu pembelajaran efektif, &
Ø hari libur


STANDAR PROSES
• Setiap satuan pendidikan melakukan:
Ø perencanaan proses pembelajaran,
Ø pelaksanaan proses pembelajaran,
Ø penilaian hasil pembelajaran, dan
Ø pengawasan proses pembelajaran
untuk terlaksananya proses pembelajaran yg efektif dan efisien
Standar penilaian pendidikan
• Penilaian hasil belajar oleh pendidik
• Penilaian hasil belajar oleh satuan pendidikan
• Penilaian hasil belajar oleh pemerintah
Penilaian hasil belajar oleh pendidik
Dilakukan secara berkesinambungan untuk memantau:
Ø Proses,
Ø Kemajuan, dan
Ø Perbaikan hasil

Dalam bentuk:
– Ulangan harian,
– Ulangan tengah semester,
– Ulangan akhir semester, dan
– Ulangan kenaikan kelas

Penilaian hasil belajar oleh pendidik igunakan untuk:
• Menilai pencapaian kompetensi peserta didik
• Bahan penyusunan laporan kemajuan hasil belajar
• MEMPERBAIKI PROSES PEMBELAJARAN
PENILAIAN HASIL BELAJAR OLEH SATUAN PENDIDIKAN
• bertujuan menilai pencapaian standar kompetensi lulusan untuk semua mata pelajaran
• penilaian akhir mempertimbangkan hasil penilaian peserta didik oleh pendidik
• untuk dapat …

penilaian hasil belajar oleh pemerintah
• ujian nasional diadakan sekurang-kurangnya satu kali dan sebanyak-banyaknya dua kali dalam satu tahun ajaran

• ujian nasional sd: bahasa indonesia, matematika, ipa

• ujian nasional smp: bahasa indonesia, bahasa inggris, matematika, ipa

kelulusan
peserta didik dinyatakan lulus setelah:
• menyelesaikan seluruh program pembelajaran
• memperoleh nilai minimal baik pada penilaian akhir untuk seluruh mata pelajaran pada kelompok mata pelajaran selain iptek
• lulus ujian sekolah untuk kelompok mata pelajaran iptek
• lulus ujian nasional
penilaian kelas

Ø Dilakukan oleh guru untuk mengetahui tingkat penguasaan kompetensi yang ditetapkan, bersifat internal, bagian dari pembelajaran, dan sebagai bahan untuk peningkatan mutu hasil belajar
Ø Berorientasi pada kompetensi, mengacu pada patokan, ketuntasan belajar, dilakukan melalui berbagai cara.
Ø Dilakukan a.l. Melalui portfolio (kumpulan kerja siswa), products (hasil karya), projects (penugasan), performances (unjuk kerja), dan paper & pen (tes tulis)
pengertian penilaian kelas
• merupakan salah satu pilar dalam pelaksanaan kurikulum berbasis kompetensi.
• adalah kegiatan guru yang terkait dengan pengambilan keputusan tentang pencapaian kompetensi atau hasil belajar siswa
• keputusan berhubungan dengan sudah atau belum berhasilnya siswa dalam mencapai suatu kompetensi.
• pengambilan keputusan didasarkan pada informasi yang diperoleh dari data hasil belajar peserta didik
• data diperoleh selama pembelajaran berlangsung yang dapat dikumpulkan melalui prosedur dan alat penilaian yang sesuai dengan kompetensi atau hasil belajar yang akan dinilai.
Lanjutan
• Oleh sebab itu, penilaian kelas adalah proses pengumpulan dan penggunaan informasi oleh guru untuk memberikan keputusan (nilai) terhadap hasil belajar siswa berdasarkan tahapan belajarnya.
• Dari proses ini diperoleh potret/profil kemampuan siswa dalam mencapai sejumlah standar kompetensi dan kompetensi dasar yang tercantum dalam kurikulum.
CATATAN:
• Digunakannya istilah penilaian kelas tidak berarti bahwa penilaian hanya dilakukan di dalam kelas.
• Penilaian kelas dilaksanakan secara terpadu dengan kegiatan belajar-mengajar.
• Penilaian kelas dapat dilakukan baik di dalam maupun di luar kelas, secara formal dan informal, atau dilakukan secara khusus.
Lanjutan
• Siswa diberi kesempatan memperbaiki prestasi belajarnya.
• Penilaian tidak hanya dilaksanakan setelah proses belajar-mengajar (pbm) tetapi dapat dilaksanakan ketika pbm sedang berlangsung (penilaian proses).
• Kriteria penilaian karya siswa dapat dibahas guru dengan para siswa sebelum karya itu dikerjakan sehingga secara tidak langsung terdorong agar berusaha mencapai harapan (expectations) (standar yang dituntut) guru.

fungsi penilaian
• sebagai alat untuk menetapkan penguasaan siswa terhadap kompetensi.
• sebagai bimbingan,
• sebagai alat diagnosis,
• sebagai alat prediksi
• sebagai grading,
• sebagai alat seleksi,
cara-cara
• penilaian melalui portofolio (portfolio)
• penilaian melalui unjuk kerja (performance)
• penilaian melalui penugasan (proyek/project)
• penilaian melalui hasil kerja (produk/product)
• penilaian melalui tes tertulis (paper & pen)
Penilaian melalui portofolio (portfolio)
• Merupakan penilaian berkelanjutan yang didasarkan pada berbagai informasi yang menunjukkan perkembangan kemampuan siswa dalam satu periode tertentu. Informasi perkembangan siswa tersebut dapat berupa karya siswa dari proses pembelajaran yang dianggap terbaik oleh siswanya, hasil tes (bukan nilai), piagam penghargaan atau bentuk informasi lain yang terkait dengan kompetensi tertentu dalam satu mata pelajaran.
Persyaratan kenaikan kelas
• Jika semua indikator, kd, sk suatu mata pelajaran telah terpenuhi ketuntasannya, maka siswa dianggap telah layak naik ke kelas berikutnya. Jika banyak indikator, kd, sk pada lebih dari 4 mata pelajaran siswa masih belum tuntas sampai batas akhir tahun ajaran, maka siswa harus mengulang di kelas yang sama.
Lanjutan:
• Untuk memudahkan administrasi maka siswa diharapkan mengulang semua mata pelajaran beserta sk, kd dan indikatornya dan sekolah mempertimbangkan mata pelajaran, sk, kd dan indikator yang telah tuntas pada tahun ajaran sebelumnya.
Kedudukan nilai harian dan nilai sumatif
• Nilai sumatif ( nilai akhir semester atau tahun) merupakan kumpulan nilai harian ( sk, kd dan indikator), sehingga penilaian sumatif setiap akhir semester atau akhir tahun tidak harus dilakukan jika sekolah telah memperoleh gambaran tentang ketuntasan belajar siswa dari nilai hariannya.
• Oleh karena itu maka penilaian sumatif tidak memiliki bobot yang lebih besar dari nilai harian.
Pelaksanaan remedial
• Remedial dilakukan kepada siswa yang belum mencapai kriteria ketuntasan belajar pada indikator tertentu.
• Remedial dapat dilaksanakan setiap saat baik pada jam efektif maupun diluar jam efektif. Tergantung bentuk penugasannya maupun bentuk proses belajar mengajar yang dilakukan oleh guru.
• Penilaian kegiatan remedial dapat berupa tes maupun penugasan yang lain.
Model rapor
• Masing-masing sekolah boleh menetapkan sendiri model rapor yang dikehendaki asalkan menggambarkan pencapaian kompetensi siswa pada setiap mata pelajaran yang diperoleh dari ketuntasan indikatornya. Pusat kurikulum maupun unit utama yang lain dapat memberikan model rapor sebagai contoh dan dapat dimodifikasi sesuai keinginan sekolah.

STANDAR KOMPETENSIPasal 25 PP Nomor 19 Tahun 2005
• Standar kompetensi lulusan digunakan sebagai pedoman penilaian dalam penentuan kelulusan peserta didik dari satuan pendidikan.
• Standar kompetensi lulusan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi kompetensi untuk seluruh matapelajaran atau kelompok mata pelajaran dan mata kuliah atau kelompok mata kuliah.
• Kompetensi lulusan sbagaimana dimaksud psada ayat (1) dan (2) mencakup sikap, pengetahuan, dan keterampilan.


RENCANA KERJA
• setiap satuan pendidikan dikelola atas dasar rencana kerja tahunan yg mrpk penjabaran rinci dari rencana kerja jangka menengah satuan pendidikan, meliputi masa 4 (empat) tahun




SERTIFIKASI(Pasal 61 UU No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas)
• Sertifikat berbentuk ijazah dan sertifikat kompetensi.
• Ijazah diberikan kepada peserta didik sebagai pengakuan terhadap prestasi belajar dan/atau penyelesaian suatu jenjang pendidikan setelah lulus ujian yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi.
• Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi.
SERTIFIKAT KOMPETENSIPasal 89 PP Nomor 19 Tahun 2005
• Pencapaian kompetensi akhir peserta didik dinyatakan dalam dokumen dan/atau sertifikat kompetensi.
• Sertifikat kompetensi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diterbitkan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi mandiri yang dibentuk oleh organisasi profesi yang diakui pemerintah sebagai tanda bahwa peserta didik yang bersangkutan telah lulus uji kompetensi.
AKREDITASIPasal 86 PP Nomor 19 Tahun 2005
• Pemerintah melakukan akreditasi pada setiap jenjang dan satuan pendidikan untuk menentukan kelayakan program dan/atau satuan pendidikan.
• Kewenangan akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat pula dilakukan oleh lembaga mandiri yang diberi kewengan oleh Pemerintah untuk melakukan akreditasi.
• Akreditasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) sebagai bentuk akuntabilitas kepada (masyarakat) dilakukan secara objektif, adil, transparan, dan komprehensif dengan menggunakan instrumen dan kriteria yang mengacu kepada Standar Nasional Pendidikan.
BADAN AKREDITASI PEMERINTAHPasal 87 PP Nomor 19 Tahun 2005
§ Pemerintah:
BAN-S/M untuk Dikdasmen
BAN-PT untuk Dikti
BAN_PNF untuk pendidikan non-formal
§ Badan Akreditasi Provinsi membantu BAN- S/M
EVALUASI(Pasal 57 U.U. No.20 Tahun 2003 Tentang Sisdiknas)
• Evaluasi dilakukan dalam rangka pengendalian mutu pendidikan secara nasional sebagai bentuk akuntabilitas penyelenggaraan pendidikan kepada pihak-pihak yang berkepentingan.
• Evaluasi dilakukan terhadap peserta didik, lembaga, dan program pendidikan pada jalur formal dan formal untuk semua jenjang, satuan, dan jenis pendidikan.

PROSEDUR AKREDITASI SEKOLAH

Oleh :
BAS-Nasional
DASAR HUKUM
Pasal 60 UU No. 20/2003
(1) Menentukan kelayakan
(2) Pemerintah &/ lembaga mandiri
(3) Kriteria terbuka

SK Mendiknas No. 87/U/2002
(-) tentang Akreditasi Sekolah
TUJUAN AKREDITASI
• Memperoleh gambaran kinerja sekolah
untuk meningkatkan mutu pendidikan
• Meningkatkan kelayakan sekolah
dalam penyelenggaraan pendidikan

[ SK Mendiknas 87/U/2002 ]
TUJUAN AKREDITASI

Menentukan kelayakan program
dan satuan pendidikan pada jalur
pendidikan formal dan nonformal
pada setiap jenjang dan jenis
pendidikan
Pasal 60 ayat (1) UU Sisdiknas
Fungsi Akreditasi
• PENGETAHUAN, yakni sebagai bahan informasi bagi berbagai pihak
• AKUNTABILITAS, yakni sebagai bentuk pertanggungjawaban sekolah kepada publik
• PEMBINAAN dan PENGEMBANGAN, yakni sebagai dasar bagi sekolah, pemerintah, dan masyarakat dalam peningkatan mutu

MANFAAT AKREDITASI
§ Sebagai sumber informasi tingkat mutu layanan pendidikan yang dapat digunakan sebagai acuan untuk pembinaan, pengembangan, dan peningkatan kinerja
§ Bahan informasi penyusunan anggaran pendidikan
§ Sebagai acuan dalam rangka pembinaan dan pengembangan mutu pendidikan di setiap wilayah

PRINSIP AKREDITASI
• OBJEKTIF, informasi objektif ttg kelayakan dan kinerja sekolah
• EFEKTIF, hasil akreditasi memberikan informasi yang dapat dijadikan dasar dalam pengambilan keputusan
• KOMPREHENSIF, meliputi berbagai aspek dan menyeluruh
• MEMANDIRIKAN, sekolah dapat berupaya meningkatkan mutu dengan bercermin pada evaluasi diri
• KEHARUSAN, akreditasi dilakukan untuk setiap sekolah sesuai dengan kesiapan sekolah

PROSEDUR EVALUASI DIRI

Tidak EVALUASI AWAL

VISITASI Ya

EVALUASI AKHIR

KEPUTUSAN
Ya
Tidak SK AKREDITASI


KOMPONEN AKREDITASI

1. Kurikulum & Pembelajaran
2. Administrasi & Manajemen
3. Organisasi & Kelembagaan
4. Sarana dan Prasarana
5. Ketenagaan
6. Pembiayaan
7. Peserta Didik
8. Peranserta Masyarakat
9. Lingkungan & Kultur
NORMA AKREDITASI
• Kejujuran
• Independensi
• Profesionalisme
• Keadilan
• Kesejajaran
• Keterbukaan
• Akuntabilitas
MENEJEMEN BERBASIS SEKOLAH (MBS)
LATAR BELAKANG
TIGA FAKTOR PENYEBAB
MUTU PENDIDIKAN TIDAK MENINGKAT

• Lembaga pendidikan dianggap sebagai pusat produksi
• Penyelenggaraan pendidikan birokratik sentralistik
• Peran guru, dan masyarakat termasuk orang tua siswa belum optimal

PENGERTIAN MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
Pengkoordinasian sumberdaya dilakukan secara otonomi/mandiri dan fleksibel dengan melibatkan semua kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah (stakeholders) dalam proses pengambilan keputusan partisipasi untuk memenuhi kebutuhan mutu sekolah dalam kerangka kebijakan pendidikan nasional

PENJELASAN ISTILAH
§ Mandiri (otonomi): Mempunyai kewenangan untuk mengatur dan mengurus dirinya sendiri dalam pencapaian tujuan pendidikan nasional.
§ Fleksibel: Luwes dalam mengelola, memanfaatkan dan memberdayakan sumberdaya sekolah seoptimal mungkin.
§ Partisipasi: Keterbukaan, dan demokratik, dimana warga sekolah, orang tua, dan masyarakat terlibat dalam pengambilan keputusan, pelaksanaan, dan evaluasi pendidikan.
§ Mutu pendidikan sekolah: merupakan gambaran dan karakteristik menyeluruh dari barang atau jasa yang menunjukkan kemampuannya dalam memuaskan kebutuhan yang diharapkan, meliputi input, proses, dan out put.
TUJUAN MBS
• Meningkatkan mutu sekolah melalui: Kemandirian, fleksibelitas, partisipasi, keterbukaan, kerjasama, akuntabilitas,dan sustainabilitas (berkesinambungan).
• Meningkatkan inisiatif sekolah dalam mengelola, memanfaatkan, dan memberdayakan sumberdaya yang tersedia.
• Meningkatkan kepedulian warga sekolah, orang tua, dan masyarakat dalam penyelenggaraan pendidikan melalui pengambilan keputusan bersama.
• Meningkatkan tanggungjawab sekolah tentang mutu sekolahnya kepada orang tua, pemerintah, dan masyarakat.
• Sekolah dapat saling bsrsaing secara sehat untuk meningkatkan mutu pendidikan yang akan dicapai.


PERUBAHAN MANAGEMEN PENDIDIKAN POLA LAMA MENUJU POLA BARU
KARAKTERISTIK MANAJEMEN BERBASIS SEKOLAH
1. Output yang Diharapkan
Output sekolah adalah prestasi sekolah yang dihasilkan oleh proses pembelajaran dan manajemen di sekolah. Prestasi akademik (academic achievement) dan prestasi non akademik (non-academic achievement)
2. Proses
a. Proses Belajar Mengajar Efektivitasnya Tinggi
Ø Learning how to Know
Ø Learning how to Do
Ø Learning how to Be
Ø Learning how to Live Togather
b. Kepemimpinan Sekolah Kuat
Mewujudkan visi, misi, tujuan dan sasaran sekolahnya.
Kepala sekolah dituntut memiliki kemampuan manajemen
dan kepemimpinan yang tangguh agar mampu mengambil
keputusan dan inisiatif/prakarsa untuk meningkatkan mutu sekolah.

c. Lingkungan Sekolah Aman dan tertib
Sekolah memiliki lingkungan (iklim) belajar yang aman, tertib, dan nyaman sehingga proses belajar mengajar dapat berlangsung dengan nyaman (enjoyable learning).
d. Pengelolaan Tenaga Kependidikan Efektif
Tenaga kependidikan, terutama guru, merupakan jiwa dari sekolah. Untuk menyukseskan mbs, diperlukan tenaga kependidikan yang mempunyai komitmen tinggi.
e. Sekolah Memiliki Budaya Mutu
Budaya mutu memiliki elemen-elemen, (a) informasi kualitas, (b) kolaborasi dan sinergi, bukan kompetensi, (c) atmosfir keadilan, (d) Imbal jasa harus sepadan dengan nilai pekerjaannya, dan (h) Warga sekolah merasa memiliki sekolah.
f. Sekolah Memiliki “Teamwork” yang Kompak, Cerdas, dan Dinamis
Output pendidikan merupakan hasil kolektif warga sekolah, bukan hasil individual. Budaya kerjasama antar fungsi dalam sekolah, antar individu, harus merupakan kebiasaan hidup sehari-hari warga sekolah.
g. Sekolah memiliki Kewenangan
Sekolah memiliki kewenangan untuk melakukan yang terbaik bagi sekolahnya. Kesanggupan kerja yang tidak selalu menggantungkan pada atasan.
h. Partisipasai yang Tinggi dari Warga Sekolah dan Masyarakat
Partisipasi warga sekolah dan masyarakat merupakan bagian kehidupannya.
i. Sekolah Memiliki Keterbukaan (Transparansi) Manajemen
Ditunjukkan dalam pengambilan keputusan, perencanaan, pelaksanaan kegiatan, dan penggunaan uang.
j. Sekolah Memiliki Kemauan untuk Berubah (Psikologis dan Phisik)
perubahan harus merupakan sesuatu yang menyenangkan. Kemapanan merupakan musuh sekolah.
k. Sekolah Melakukan Evaluasi dan Perbaikan Secara Berkelanjutan
Evaluasi belajar secara teratur selain untuk mengetahui daya serap dan kemampuan peserta didik, untuk memperbaiki dan menyempurnakan proses belajar mengajar.
l. Sekolah Reponsif dan Antisipatif terhadap Kebutuhan
Sekolah tanggap/reponsif terhadap berbagai aspirasi bagi peningkatan mutu, mampu mengantisipasi hal-hal yang mungkin bakal terjadi.
m. Memiliki Komunikasi yang Baik
Komunikasi yang baik , terutama antar warga sekolah, orang tua dan masyarakat, sehingga kegiatan-kegiatan yang dilakukan oleh masing-masing warga sekolah dapat diketahui.
n. Sekolah Memiliki Akuntabilitas
Akuntabilitas adalah bentuk pertanggung jawaban, berbentuk laporan prestasi yang dicapai dan dilaporkan kepada pemerintah, orangtua siswa, dan masyarakat.
o. Sekolah Memiliki Kemampuan Menjaga Sustainabilitas
Sustainabilitas program dapat dilihat dari keberlanjutan program-program yang telah dirintis sebelumnya dan bahkan berkembang menjadi program-program baru yang belum pernah ada sebelumnya.

3. Input Pendidikan
a. Memiliki Kebijakan, Tujuan, dan Sasaran Mutu yang Jelas
Dinyatakan oleh kepala sekolah, disosialisasikan kepada semua warga sekolah.
b. Sumber Daya Tersedia dan Siap
Sumber daya manusia dan sumber daya selebihnya (uang, peralatan, perlengkapan, bahan, dan sebagainya). Sekolah yang menerapkan MBS harus memiliki tingkat kesiapan sumber daya yang memadai untuk menjalankan proses pendidikan.
c. Staf yang Kompeten dan Berdedikasi Tinggi
d. Memiliki Harapan Prestasi yang Tinggi
Untuk meningkatkan prestasi peserta didik dan sekolahnya. Kepala sekolah dan guru memiliki komitmen dan harapan yang tinggi.
e. Fokus pada Pelanggan (Khususnya Siswa)
f. Input Manajemen
Kelengkapan dan kejelasan input manajemen akan membantu kepala sekolah mengelola sekolahnya dengan efektif. Input manajemen yang dimaksud meliputi; tugas yang jelas, rencana yang rinci dan sistematis, program yang mendukung bagi pelaksanaan rencana, ketentuan-ketentuan (aturan main) yang jelas.

q Mensosialisasikan konsep MBS kepada warga sekolah, orangtua/komite sekolah,pengawas sekolah, kadiskab/kot/dst.
q Menyiapkan visi (pandangan jauh ke depan), misi (tindakan untuk merealisasikan visi), dan tujuan sekolah (penjabaran misi, 3 - 4 tahunan).
q Melakukan analisis dan merumuskan sasaran, yaitu apa yang harus dicapai dalam jangka pendek (1 tahun).
q Melakukan analisis S.W.O.T., maksudnya mengenali Strength (kekuatan), Weakneses (kelemahan), Opportunity (peluang), dan Threat (ancaman) sekolah baik internal maupun eksternal terhadap sasaran yang dituju.
q Menyusun rencana peningkatan mutu yang meliputi langkah kegiatan yang harus dilakukan, siapa yang melakukan, kapan dan dimana dilaksanakan, serta besarnya biaya yang diperlukan.

q Melaksanakan rencana peningkatan mutu. Kepala sekolah melakukan supervisi dan monitoring pelaksanaan agar tidak terjadi penyimpangan.
q Melaksanakan evaluasi pelaksanaan. Pelaksana evaluasi dilakukan oleh warga sekolah dan orangtua/komite sekolah serta masyarakat sebagai pihak eksternal yang terlibat dalam perencanaan program sekolah.
q Hasil evaluasi digunakan sebagai dasar pengembangan kinerja sekolah serta penyusunan sasaran pada tahun berikutnya.

FUNGSI-FUNGSI YANG DIDESENTRALISASIKAN KE SEKOLAH
§ INPUT PROSES OUTPUT
§ Perencanaan &
§ Evaluasi
§ Kurikulum
§ Ketenagaan
§ Fasilitas Proses Prestasi
§ Keuangan Belajar Siswa
§ Kesiswaan Mengajar
§ Hubungan
Sekolah –
Masyarakat
§ Iklim Sekolah
RENCANA STRATEGIS (RENSTRA) DAN RENCANA OPERASIONAL SEKOLAH (RENOP)
Rencana strategis sekolah pada umumnya mencakup perumusan visi, misi, tujuan sekolah dan strategis pelaksanaannya.

Rencana kerja tahunan sekolah atau rencana operasional (renop) pada umumnya meliputi pengidentifikasian sasaran sekolah (tujuan situasional sekolah), pemilihan fungsi-fungsi sekolah, analisis SWOT, langkah-langkah pemecahan persoalan, dan penyusunan rencana dan program kerja tahunan sekolah.

A. VISI
Visi adalah gambaran masa depan yang diinginkan oleh sekolah, agar sekolah yang bersangkutan dapat menjamin kelangsungan hidup dan perkembangannya.
Contoh untuk sekolah keluarga mampu:
UNGGUL DALAM PRESTASI
BERDASARKAN IMTAQ
Sekolah di daerah pedesaan
TERDIDIK BERDASARKAN IMTAQ

Visi dirumuskan dalam kalimat filosofis, seringkali memiliki aneka tafsir.
Karena itu, diberikan indikator:
Ø Unggul dalam perolehan NUAN/NUNAS,
Ø Unggul dalam persaingan melanjutkan ke pendidikan diatasnya,
Ø Unggul dalam lomba karya ilmiah remaja,
Ø Unggul dalam lomba kreatifitas,
Ø Unggul dalam lomba Kesenian,
Ø Unggul dalam lomba Olahraga,
Ø Unggul dalam lomba disiplin,
Ø Unggul dalam aktivitas keagamaan, dan
Ø Unggul dalam kepedulian sosial.
B. MISI
Misi adalah tindakan untuk mewujudkan/merealisasikan visi.
Misalnya,
•Melaksanakan pembelajaran dan bimbingan secara efektif, sehingga setiap siswa berkembang secara optimal, sesuai dengan potensi yang dimiliki.
•Menumbuhkan semangat keunggulan secara intensif kepada seluruh warga sekolah.
•Mendorong dan membantu setiap siswa untuk mengenali potensi dirinya, sehingga dapat dikembangkan secara optimal.
4. Menumbuhkan penghayatan terhadap ajaran agama yang dianut dan juga budaya bangsa sehingga menjadi sumber kearifan dalam bertindak.
5. Menerapkan manajemen partisipatif dengan melibatkan seluruh warga sekolah dan kelompok kepentingan yang terkait dengan sekolah ( stakeholders ).

C. TUJUAN
Tujuan merupakan “apa” yang akan dicapai/dihasilkan oleh sekolah yang bersangkutan dan “kapan” tujuan akan dicapai. Tujuan dikaitkan dengan jangka waktu 3-4 tahun.
Contoh :
•Pada tahun 2009, gain score achievment (GSA) siswa meningkat + 0,40 (dari 6,60 menjadi 7,00)

2. Pada tahun 2009, proporsi lulusan yang melanjutkan ke sekolah unggul minimal 40 %.
3. Pada tahun 2009, memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi finalis LKIR tingkat nasional.
4. Pada tahun 2009, memiliki tim olahraga minimal 3 cabang dan mampu menjadi finalis tingkat propinsi
5. Pada tahun 2009, memiliki tim kesenian yang mampu tampil pada acara setingkat kabupaten/kota.
d. Sasaran/Tujuan Situasional
Sasaran/target/tujuan situasional/tujuan jangka pendek/renop. Sasaran adalah sesuatu yang akan dihasilkan/dicapai oleh sekolah dalam jangka waktu lebih singkat misal, satu tahun pelajaran.
f. Menetapkan sasaran tahun ajaran 2006/2007
Contoh :
• Gain score achievement siswa meningkat 0,1 (dari 6,60 menjadi 6,7)
• Jumlah lulusan yang melanjutkan ke sekolah unggul diatasnya minimal 25 %
• Memiliki kelompok KIR dan mampu menjadi juara LKIR setingkat kabupaten/kota
• Memiliki tim olahraga yang mampu menjadi finalis lomba setingkat kabupaten/kota
• Memiliki tim kesenian yang secara teratur mengadakan latihan dan pentas di sekolah.

Analisis SWOT/Tingkat Kesiapan Fungsi dan Faktor-faktornya
Permasalahan
§ Kondisi nyata yang tergolong pada kelemahan maupun ancaman dari setiap faktor disebut permasalahan
§ Dalam penyusunan renop atau sasaran, sekolah harus memikirkan langkah-langkah pemecahan masalah.
§ Secara teknis langkah pelaksanaan MBS ini akan dituangkan dalam penyusunan rencana pengembangan sekolah (RPS).

1. Pendekatan Kontekstual
1.1. Pengertian Pembelajaran Kontekstual
Ada banyak pendekatan yang bisa digunakan dalam proses pembelajaran. Salah satunya adalah pendekatan kontekstual. Pendekatan kontekstual atau Contextual Teaching and Learning (CTL) merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkan dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sebagai anggota keluarga dan masyarakat (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Johnson (dalam Nurhadi, Burhanuddin Yasin dan Agus Gerrad Senduk, 2003) mengatakan :
“The CTL system is an educational process that aims to help students see meaning in the academic material they are studying by connecting academic subjects with the context of their daily lives, that is, with the context of their personal, social, and cultural circumstances. To achieve this aim, the system encompasses the following eight components : making meaningful connections, doing significant work, self-regulated learning, collaborating, critical and creative thinking, nurturing the individual, reaching high standards, using authentic assessment".

Dalam kutipan di atas disebutkan tentang pengertian dari pembelajaran kontekstual yang tidak jauh berbeda dengan pengertian yang telah disebutkan sebelumnya, yaitu membantu siswa menghubungkan materi yang sedang dipelajari dengan konteks kehidupan nyata siswa. Namun dalam pengertian yang dirumuskan oleh Johnson tersebut juga disebutkan bahwa untuk mencapai tujuan tersebut, sistem CTL akan menuntun siswa melalui delapan komponen utama CTL, yaitu melakukan hubungan yang bermakna, mengerjakan pekerjaan yang berarti, mengatur cara belajar sendiri, bekerja sama, berpikir kritis dan kreatif, memelihara/ merawat pribadi siswa, mencapai standar yang tinggi, dan menggunakan asesmen autentik.
Dengan konsep itu, hasil pembelajaran diharapkan lebih bermakna bagi siswa. Proses pembelajaran berlangsung alamiah dalam bentuk kegiatan siswa bekerja dan mengalami, bukan transfer pengetahuan dari guru ke siswa. Dalam hal ini, strategi pembelajaran lebih dipentingkan daripada hasil.
Kemudian, mengapa disebut kontekstual ? ‘Kontekstual’ adalah salah satu prinsip pembelajaran yang memungkinkan siswa belajar dengan penuh makna. Dengan memperhatikan prinsip kontekstual, proses pembelajaran diharapkan mampu mendorong siswa untuk menyadari dan menggunakan pemahamannya untuk mengembangkan diri dan menyelesaikan berbagai persoalan yang dihadapinya dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan untuk menjawab pertanyaan di atas, yaitu mengapa disebut kontekstual, SAGRIC International (2002) dalam buku yang berjudul “Contextual Teaching and Learning : A Practical Approach” menyebutkan ada sembilan konteks belajar yang melingkupi siswa, yaitu : (1) Konteks tujuan. Tujuan apa yang akan dicapai ? (2) Konteks isi. Materi apa yang akan diajarkan ? (3) Konteks sumber. Sumber belajar bagaimana yang bisa dimanfaatkan ? (4) Konteks target siswa. Siapa yang akan belajar ? (5) Konteks guru. Siapa yang akan mengajar ? Bagaimana kualitasnya ? (6) Konteks metode. Strategi belajar apa yang cocok diterapkan ? (7) Konteks hasil. Bagaimana hasil pembelajaran akan diukur ? (8) Konteks kematangan (timing). Apakah siswa telah siap dengan hadirnya sebuah konsep atau pengetahuan baru ? Dan, (9) Konteks lingkungan. Dalam lingkungan yang bagaimana siswa belajar ?
Dengan pendekatan kontekstual, siswa akan lebih mengerti apa makna belajar, apa manfaat dari belajar, dalam status apa mereka, dan bagaimana cara mencapainya. Mereka sadar bahwa apa yang mereka pelajari berguna bagi hidupnya nanti. Dengan begitu mereka akan sadar bahwa diri mereka benar-benar memerlukan suatu bekal untuk hidupnya nanti. Mereka mempelajari apa yang bermanfaat bagi dirinya dan berupaya menggapainya. Dalam upaya itu, mereka membutuhkan guru untuk mengarahkan dan membimbingnya. Mereka menempatkan guru sebagai seorang pembimbing, bukan sumber pengetahuan.
Dalam proses pembelajaran yang menggunakan pendekatan kontekstual ini, tugas guru adalah membantu siswa mencapai tujuannya. Maksudnya, guru lebih banyak berurusan dengan strategi daripada memberi informasi. Tugas guru mengelola kelas sebagai sebuah tim yang bekerja bersama untuk menemukan sesuatu yang baru bagi anggota kelas (siswa). Sesuatu yang baru datang dari menemukan sendiri, bukan dari apa kata guru.
Pendekatan kontekstual dikembangkan dengan tujuan agar pembelajaran berjalan lebih produktif dan bermakna. Pendekatan ini dapat dijalankan tanpa harus mengubah kurikulum dan tatanan yang ada. Di samping itu, pendekatan kontekstual dapat diterapkan dalam proses pembelajaran untuk semua tingkatan, sejak tingkat Taman Kanak-Kanak (TK), SD, SLTP, SMA/SMK sampai Perguruan Tinggi.
Pendekatan kontekstual mendasarkan dari pada kecenderungan pemikiran tentang belajar sebagai berikut :
a. Proses Belajar
- Belajar tidak hanya sekedar menghafal. Siswa harus mengkonstruksi-kan pengetahuan di benak mereka sendiri.
- Anak belajar dari mengalami. Anak mencatat sendiri pola-pola bermakna dari pengetahuan baru, dan bukan diberi begitu saja oleh guru.
- Para ahli sepakat bahwa pengetahuan yang dimiliki seseorang itu terorganisasi dan mencerminkan pemahaman yang mendalam tentang sesuatu persoalan (subject matter).
- Pengetahuan tidak dapat dipisah-pisahkan menjadi fakta-fakta atau proposisi yang terpisah, tetapi mencerminkan keterampilan yang dapat diterapkan.
- Manusia mempunyai tingkatan yang berbeda dalam menyikapi situasi baru.
- Siswa perlu dibiasakan memecahkan masalah, menemukan sesuatu yang berguna bagi dirinya, dan bergelut dengan ide-ide.
- Proses belajar dapat mengubah struktur otak. Perubahan struktur otak itu berjalan terus seiring dengan perkembangan organisasi pengetahuan dan eterampilan seseorang.
b. Transfer Belajar
Siswa belajar dari mengalami sendiri, bukan dari pemberian orang lain
Keterampilan dan pengetahuan itu diperluas dari konteks yang terbatas (sempit), sedikit demi sedikit.
Penting bagi siswa tahu ‘untuk apa’ ia belajar, dan bagaimana ia menggunakan pengetahuan dan keterampilan itu.
c. Siswa sebagai Pembelajar
Manusia mempunyai kecenderungan untuk belajar dalam bidang tertentu, dan seorang anak mempunyai kecenderungan untuk belajar dengan cepat hal-hal baru.
Strategi belajar itu penting. Anak dengan mudah mempelajari sesuatu yang baru. Tetapi, untuk hal-hal yang sulit, strategi belajar amat penting.
Peran orang dewasa (guru) membantu menghubungkan antara yang baru dan yang sudah diketahui.
Tugas guru memfasilitasi : agar informasi baru bermakna, memberi kesempatan kepada siswa untuk menemukan dan menerapkan ide mereka sendiri, dan menyadarkan siswa untuk menerapkan strategi mereka sendiri.

d. Pentingnya Lingkungan Belajar
· Belajar efektif itu dimulai dari lingkungan belajar yang berpusat pada siswa. Dari “guru akting di depan kelas, siswa menonton” ke “siswa akting bekerja dan berkarya, guru mengarahkan”.
· Pengajaran harus berpusat pada ‘bagaimana cara’ siswa menggunakan pengetahuan baru mereka. Strategi belajar lebih dipentingkan daripada hasilnya.
· Umpan balik sangat penting bagi siswa, yang berasal dari proses penilaian (assessment) yang benar.
· Menumbuhkan komunitas belajar dalam bentuk kerja kelompok itu penting (Departemen Pendidikan Nasional, 2003).

Sebagaimana disebutkan di atas bahwa pada hakekatnya, pembelajaran kontekstual merupakan konsep belajar yang membantu guru mengaitkan antara materi yang diajarkannya dengan situasi dunia nyata siswa dan mendorong siswa membuat hubungan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan mereka sehari-hari.
Ada beberapa perbedaan antara pendekatan kontekstual dengan pendekatan tradisional. Perbedaan tersebut, sebagaimana yang disebutkan dalam buku “Pendekatan Kontekstual” yang diterbitkan oleh Departemen Pendidikan Nasional, Direktorat Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah, Direktorat Pendidikan Lanjutan Pertama (2003), adalah sebagai berikut :



No
Pendekatan Kontekstual
Pendekatan Tradisional
1.
Siswa secara aktif terlibat dalam proses pembelajaran
Siswa adalah penerima informasi secara pasif
2.
Siswa belajar dari teman melalui kerja kelompok, diskusi, saling mengoreksi
Siswa belajar secara individu
3.
Pembelajaran dikaitkan dengan kehidupan nyata dan atau masalah yang disimulasikan
Pembelajaran sangat abstrak dan teoritis
4.
Perilaku dibangun atas kesadaran diri
Perilaku dibangun atas kebiasaan
5.
Keterampilan dikembangkan atas dasar pemahaman
Keterampilan dikembangkan atas dasar latihan
6.
Hadiah untuk perilaku baik adalah kepuasan diri
Hadiah untuk perilaku baik adalah pujian atau nilai rapor
7.
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena dia sadar hal itu keliru dan merugikan
Seseorang tidak melakukan yang jelek karena takut hukuman
8.
Bahasa diajarkan dengan pende-katan komunikatif, yakni siswa diajak menggunakan bahasa dalam konteks nyata.
Bahasa diajarkan dengan pende-katan struktural: rumus diterang-kan sampai paham, kemudian dilatihkan (drill)
9.
Pemahaman rumus dikembang-kan atas dasar skemata yang sudah ada dalam diri siswa
Rumus itu ada di luar diri siswa, yang harus diterangkan, diterima, dihafalkan, dan dilatihkan.
10.
Pemahaman rumus itu relatif berbeda antara siswa yang satu dengan lainnya, sesuai dengan skemata siswa (on going process development).
Rumus adalah kebenaran absolut (sama untuk semua orang). Hanya ada dua kemungkinan, yaitu pemahaman rumus yang salah dan pemahaman rumus yang benar.
11.
Siswa menggunakan kemampuan berpikir kritis, terlibat penuh dalam mengupayakan terjadinya proses pembelajaran yang efektif, ikut bertanggungjawab atas terjadinya proses pembelajaran yang efektif, dan membawa skemata masing-masing ke dalam proses pembelajaran.
Siswa secara pasif menerima rumus atau kaidah (membaca, mendengarkan, mencatat, meng-hafal), tanpa memberikan kontri-busi ide dalam proses pembe-lajaran.
12.
Pengetahuan yang dimiliki manusia dikembangkan oleh manusia itu sendiri. Manusia menciptakan atau membangun pengetahuan dengan cara memberi arti dan memahami pengalamannya.
Pengetahuan adalah penang-kapan terhadap serangkaian fakta, konsep, atau hukum yang berada di luar diri manusia.
13.
Karena ilmu pengetahuan itu dikembangkan (dikonstruksi) oleh manusia sendiri, sementara manusia selalu mengalami peristiwa baru, maka penge-tahuan itu tidak pernah stabil, selalu berkembang.
Kebenaran bersifat absolut dan pengetahuan bersifat final.
14.
Siswa diminta bertanggung jawab memonitor dan mengembangkan pembelajaran mereka masing-masing.
Guru adalah penentu jalannya proses pembelajaran.
15.
Penghargaan terhadap penga-laman siswa sangat diutamakan.
Pembelajaran tidak memper-hatikan pengalaman siswa.
16.
Hasil belajar diukur dengan ber-bagai cara: proses bekerja, hasil karya, penampilan, rekaman, tes, dll.
Hasil belajar hanya diukur dengan tes.
17.
Pembelajaran terjadi di berbagai tempat, konteks, dan setting.
Pembelajaran hanya terjadi dalam kelas.
18.
Penyesalan adalah hukuman dari perilaku jelek.
Sanksi adalah hukuman dari perilaku jelek.
19.
Perilaku baik motivasi berdasar intrinsik
Perilaku baik berdasar motivasi ekstrinsik.
20.
Seseorang berperilaku baik karena dia yakin itulah yang terbaik dan bermanfaat.
Seseorang berperilaku baik karena dia terbiasa melakukan begitu. Kebiasaan ini dibangun dengan hadiah yang menye-nangkan.



1.2. Penerapan Pembelajaran Kontekstual di Kelas
Dalam penerapannya di kelas, pendekatan kontekstual memiliki tujuh komponen utama, yaitu konstruktivisme (constructivism), menemukan (Inquiry}, bertanya (Questioning), masyarakat belajar (Learning Community), pemodelan (Modelling), refleksi (Reflection) dan penilaian yang sebenarnya (Authentic Assessment) (Departemen Pendidikan Nasional, 2003). Sebuah kelas dikatakan menggunakan pendekatan CTL jika menerapkan ketujuh komponen tersebut dalam pembelajarannya.
Nurhadi, dkk. (2003) menyarankan bahwa secara garis besar, penerapan pendekatan kontekstual menggunakan langkah-langkah sebagai berikut :
(1) Kembangkan pemikiran bahwa anak akan belajar lebih bermakna dengan cara bekerja sendiri, menemukan sendiri, dan mengkonstruksi sendiri pengetahuan dan keterampilan barunya (Komponen konstruk-tivisme, sebagai filosofi).
(2) Laksanakan kegiatan inkuiri untuk mencapai kompetensi yang diinginkan di semua bidang studi (Komponen inkuiri, sebagai strategi belajar).
(3) Kembangkan sifat ingin tahu siswa dengan bertanya (Komponen bertanya, sebagai keahlian dasar yang dikembangkan).
(4) Ciptakan ‘masyarakat belajar’ / belajar dalam kelompok-kelompok
(Komponen masyarakat belajar, sebagai penciptaan lingkungan belajar).
(5) Hadirkan ‘model’ sebagai contoh pembelajaran (Komponen pemodelan model sebagai acuan pencapaian kompetensi).
(6) Lakukan refleksi di akhir pertemuan agar siswa merasa bahwa hari ini mereka belajar sesuatu (Komponen refleksi, sebagai langkah akhir dari belajar).
(7) Lakukan penilaian yang sebenarnya dengan berbagai cara Komponen penilaian yang sebenarnya).
1.3. Strategi Pengajaran yang Berasosiasi dengan Pembelajaran
Kontekstual
Ada beberapa strategi pengajaran yang berasosiasi dengan pembelajaran kontekstual, yaitu : pengajaran berbasis masalah, pengajaran kooperatif, pengajaran berbasis inkuiri, pengajaran berbasis proyek/tugas, pengajaran berbasis kerja, dan pengajaran berbasis jasa layanan ( Nurhadi Burhanuddin Yasin, Agus Gerrad Senduk, 2003, 55)
Pengajaran berbasis masalah (Problem-Based Learning) merupakan suatu pendekatan pembelajaran yang menggunakan masalah dunia nyata sebagai suatu konteks bagi siswa untuk belajar tentang cara berpikir kritis dan keterampilan pemecahan masalah, serta untuk memperoleh pengetahuan dan konsep yang esensial dari materi pelajaran (Nurhadi, dkk, 2003, 55). Peran guru dalam strategi pengajaran ini adalah menyajikan masalah, mengajukan pertanyaan, dan memfasilitasi penyelidikan dan dialog. Pengajaran berbasis masalah tidak dapat dilaksanakan tanpa guru mengembangkan lingkungan kelas yang memungkinkan terjadinya pertukaran ide secara terbuka. Secara garis besar pengajaran berbasis masalah terdiri dari menyajikan kepada siswa situasi masalah yang autentik dan bermakna yang dapat memberikan kemudahan kepada mereka untuk melakukan penyelidikan dan inkuiri.
Pengajaran kooperatif dilaksanakan dengan cara membentuk kelompok-kelompok kecil siswa untuk bekerja sama. Tujuannya adalah untuk memaksimalkan kondisi belajar dalam mencapai tujuan belajar. Dalam pendekatan ini, yang menjadi sumber belajar tidak hanya guru dan buku ajar tetapi juga sesama siswa karena dalam kelompok tersebut terjadi interaksi silih asah (saling mencerdaskan). Abdurrahman dan Bintoro (2000, 78) mengatakan bahwa pembelajaran kooperatif adalah pembelajaran yang secara sadar dan sistematis mengembangkan interaksi yang silih asah, silih asih, dan silih asuh antar sesama siswa sebagai latihan hidup di dalam masyarakat nyata.
Selanjutnya adalah pengajaran berbasis inkuiri. Dalam pembelajaran berbasis inkuiri, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip, dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri. Pembelajaran dengan inkuiri memacu keinginan siswa untuk mengetahui, memotivasi mereka untuk melanjutkan pekerjaannya hingga mereka menemukan jawabannya. Siswa juga belajar memecahkan masalah secara mandiri dan memiliki keterampilan berpikir kritis karena mereka harus selalu menganalisis dan menangani informasi.
Adapun pengajaran autentik adalah pendekatan pengajaran yang memperkenankan siswa untuk mempelajari konteks bermakna. Siswa mengembangkan keterampilan berpikir dan pemecahan masalah yang penting dalam konteks kehidupan nyata. Yang sering terjadi selama ini adalah tugas-tugas sekolah sering lemah dalam konteks sehingga tidak bermakna bagi kebanyakan siswa karena siswa tidak dapat menghubungkan tugas-tugas ini dengan apa yang mereka ketahui. Dalam pengajaran autentik guru dapat membantu siswa untuk belajar memecahkan masalah dengan memberi tugas-tugas yang memiliki konteks kehidupan nyata dan kaya dengan kandungan akademik serta keterampilan yang terdapat dalam konteks kehidupan yang sebenarnya.
Sedangkan pengajaran berbasis proyek/tugas (Project-Based Learning) membutuhkan suatu pendekatan pengajaran yang komprehensif di mana lingkungan belajar siswa didesain agar siswa dapat melakukan penyelidikan terhadap masalah-masalah autentik termasuk pendalaman materi dari suatu topik mata pelajaran, dan melakukan tugas bermakna lainnya. Dalam pendekatan ini, siswa diberi tugas/proyek yang kompleks, sulit, lengkap, tetapi realistis/autentik dan kemudian diberikan bantuan secukupnya agar mereka dapat menyelesaikan tugas mereka. Dalam memberikan tugas, guru harus memperhatikan empat prinsip berikut ini, yaitu : (1) tugas harus bermakna, jelas, dan menantang, (2) tugas harus beragam, (3) tingkat kesulitan tugas harus diperhatikan, dan (4) kemajuan siswa harus dimonitor.
Kemudian pengajaran berbasis kerja (work-Based Learning) memerlukan suatu pendekatan pengajaran yang memungkinkan siswa menggunakan konteks tempat kerja untuk mempelajari materi pelajaran berbasis sekolah dan bagaimana materi tersebut dipergunakan kembali di dalam tempat kerja. Pengajaran berbasis kerja menganjurkan pentransferan model pengajaran dan pembelajaran yang efektif kepada aktivitas sehari-hari di kelas.
Dan yang terakhir adalah pengajaran berbasis jasa layanan. Pengajaran berbasis jasa layanan (service learning) memerlukan penggunaan metodologi pengajaran yang mengkombinasikan jasa layanan masyarakat dengan suatu struktur berbasis sekolah untuk merefleksikan jasa layanan tersebut. Contoh pembelajaran yang berbasis layanan adalah sebagai berikut : ketika ada bencana alam, siswa diajak melaksanakan kegiatan penggalangan dana untuk membantu korban, anak diminta melaksanakan kegiatan membantu panti asuhan, ketika ada tamu yang datang ke sekolah, anak diminta melaksanakan kegiatan penyambutan, dan lain-lainnya.

2. Motivasi
2.1. Pengertian Motivasi
Motivasi (motivation) berasal dari bahasa latin “movere” yang berarti to move atau menggerakkan (Steers and Porter, 1991), sedangkan Suriasumantri (tanpa tahun : 92) berpendapat, motivasi merupakan dorongan, hasrat, atau kebutuhan seseorang.
Motif atau motivasi berkaitan erat dengan penghayatan suatu kebutuhan berperilaku tertentu untuk mencapai tujuan. Motif menghasilkan mobilisasi energi (semangat) dan menguatkan perilaku seseorang.
Secara umum motif sama dengan drive. Beck (1990), berdasarkan pendekatan regulatoris, menyatakan “drive” sama seperti sebuah kendaraan yang mempunyai suatu mekanisme untuk membawa dan mengarahkan perilaku seseorang. Kegiatan adaptif individu secara biologis mengandung urutan sebagai berikut. Kebutuhan internal à Drive à Aktivitas à Tujuan à Pasif.
Davies (1981) mengatakan bahwa motivasi mempunyai empat pengaruh penting dalam pembelajaran, tiga diantaranya adalah (a) motivasi memberi semangat, sehingga siswa menjadi aktif, sibuk, dan tertarik, motivasi menopang upaya dan menjaga (belajar) siswa agar tetap berjalan, (b) motivasi mengarahkan dan mengendalikan tujuan siswa sehingga dapat melengkapi suatu tugas, mencapai tujuan (khusus) yang diinginkan, (c) motivasi adalah selektif, agar siswa dapat menentukan kegiatan apa yang akan dilakukan dan bagaimana tugas-tugas itu akan dilakukan. Dengan demikian, motivasi berfungsi sebagai penentu prioritas untuk keberhasilan seseorang.
Berdasarkan teori atribusi, Crow, Kaminsky, dan Podell (1997) mengatakan bahwa “penyebab keberhasilan dan kegagalan individu diatribusikan oleh kemampuan, upaya (usaha), kesulitan tugas, dan keberuntungan. Keberhasilan dan kegagalan seseorang dipengaruhi oleh motivasi mereka”. Good dan Brophy (1990) berpendapat bahwa salah satu dimensi dari teori atribusi (keberhasilan) adalah locus of causality yang membedakan antara penyebab yang ada dalam diri seseorang (internal) seperti kemampuan (intelegensi) dan upaya, serta penyebab yang ada di luar seseorang (eksternal) seperti tugas yang sulit dan faktor keberuntungan.
Sejalan dengan itu, berdasarkan teori atribusi Weiner (Gredler, 1991) ada dua lokus penyebab seseorang berhasil atau berprestasi. Lokus penyebab instrinsik mencakup (1) kemampuan, (2) usaha, dan (3) suasana hati (mood), seperti kelelahan dan kesehatan. Lokus penyebab ekstrinsik meliputi (1) sukar tidaknya tugas, (2) nasib baik (keberuntungan), dan (3) pertolongan orang lain.
Di samping itu, masih banyak pengertian tentang motivasi yang disampaikan oleh para ahli, antara lain :
“...motivasi mewakili proses-proses psikologikal, yang menyebabkan timbulnya, diarahkannya, dan terjadinya persistensi kegiatan-kegiatan sukarela (volunter) yang diarahkan ke arah tujuan tertentu” (Mitchell, dalam J. Winardi, 2002). Definisi lain menyatakan bahwa : “...motivasi merupakan hasil sebuah proses, yang bersifat internal, atau eksternal bagi seorang individu, yang menyebabkan timbulnya sikap entusiasme dan persistensi, dalam hal melaksanakan kegiatan-kegiatan tertentu” (Gray et al, dalam J. Winardi, 2002).
Pada dasarnya, yang menggerakkan manusia untuk berbuat sesuatu adalah adanya suatu keinginan untuk memenuhi suatu kebutuhan. Keinginan tersebut tidak akan pernah selesai karena begitu keinginan yang satu terpenuhi, akan muncul keinginan lain yang juga butuh pemenuhan. Hal ini akan terus berlangsung selama manusia itu masih mempunyai nafas kehidupan. Hal ini sesuai dengan teori tentang motivasi yang disampaikan oleh A.H. Maslow (1954). Dalam teori tersebut dia mengemukakan sejumlah proposisi, yaitu :
1. Manusia merupakan mahluk yang serba berkeinginan (man is a wanting being). Ia senantiasa menginginkan sesuatu. Tetapi, apa yang diinginkan tergantung pada apa yang sudah dimiliki olehnya. Segera setelah salah satu di antara kebutuhan manusia dipenuhi muncullah kebutuhan lain. Proses seperti ini tidak pernah ada akhirnya. Oleh sebab itu, meskipun manusia bisa memenuhi kebutuhan tertentu, kebutuhan-kebutuhan pada umumnya tidak akan pernah terpuaskan seluruhnya.
2. Sebuah kebutuhan yang terpenuhi, bukanlah sebuah motivator perilaku. Dalam hal ini, hanya kebutuhan-kebutuhan yang belum terpenuhilah yang menjadi motivasi perilaku. Misalnya, kebutuhan kita akan kesehatan. Kebutuhan tersebut baru akan mempengaruhi perilaku kita pada saat kita dalam keadaan sakit. Contoh lain adalah kebutuhan akan pekerjaan. Kebutuhan tersebut tidak akan mempengaruhi perilaku seseorang apabila dia telah memperoleh pekerjaan, tetapi bagi orang-orang yang belum mendapatkan pekerjaan, hal ini akan menjadi motivasi akan terjadinya suatu perilaku tertentu.
3. Kebutuhan manusia diatur dalam suatu seri tingkatan; suatu hirarki menurut pentingnya masing-masing kebutuhan. Maksudnya adalah bahwa setelah kebutuhan-kebutuhan pada tingkatan yang lebih rendah terpenuhi, akan muncul kebutuhan-kebutuhan pada tingkat yang lebih tinggi yang juga butuh pemuasan.
2.2. Pandangan tentang Motivasi
Ada pandangan kontemporer tentang motivasi. Landy dan Becker (dalam J. Winardi, 2002) mengklasifikasikan aneka ragam pendekatan moderen terhadap motivasi dan prakteknya ke dalam lima macam kategori, yaitu :
- Teori kebutuhan (need theory),
- Teori keadilan (equity theory),
- Teori ekspektansi (expectancy theory),
- Teori penetapan tujuan (goal-setting theory).
Kategori yang pertama adalah teori kebutuhan. Teori kebutuhan memusatkan perhatian pada apa yang diperlukan orang untuk motivasi dan pemotivasian dalam rangka pencapaian kehidupan penuh pemuasan. Dalam teori kebutuhan, seseorang termotivasi apabila ia belum mencapai tingkat-tingkat kepuasan tertentu dengan kehidupannya. Logika dasar setiap teori kebutuhan dapat disajikan pada gambar berikut :

Kebutuhan (depresiasi)
Dorongan (drive ketega-ngan utk. memenuhi suatu kebutuhan
Kepuasan (Berkurangnya dorongan dan kepuasan kebu-tuhan semula)
Tindakan (perilaku) yang diarahkan ke tujuan







Gambar :Sebuah teori motivasi yang berlandaskan kebutuhan
(J. Winardi, 2002, p. 73).

Kategori yang kedua adalah teori keadilan. Teori keadilan merupakan sebuah model tentang motivasi yang menerangkan bagaimana orang-orang berupaya mendapatkan kelayakan (fairness) dan keadilan (justice) dalam pertukaran-pertukaran sosial atau hubungan-hubungan memberi-menerima. Teori keadilan didasarkan atas teori disonansi kognitif, yang dikembangkan oleh seorang psikolog sosial yang bernama Leon Festinger pada tahun limapuluhan (Festinger, dalam J. Winardi, 2002).
Menurut teori Festinger, orang-orang termotivasi guna mempertahankan konsistensi antara keyakinan-keyakinan kognitif mereka dan perilaku mereka. Ketidakkonsistenan yang dipersepsi akan menciptakan disonansi kognitif (atau perasaan tidak nyaman psikogikal = psychological discomfort), yang akan menimbulkan tindakan korektif. Sebagai contoh, seorang pelajar yang suka ngebut dalam berkendaraan, sewaktu mengalami peristiwa, dimana seorang temannya yang juga suka ngebut dalam berkendaraan, mengalami kecelakaan yang mengakibatkan cacat, sehingga dia tidak dapat melanjutkan sekolahnya, mungkin termotivasi untuk menghentikan kebiasaan ngebutnya, andaikata kecelakaan tersebut diakibatkan oleh kebiasaan ngebutnya.
Kategori yang ketiga adalah teori ekspektansi. Teori ekspektansi menyatakan bahwa orang-orang yang termotivasi untuk berperilaku dengan cara-cara yang menimbulkan kombinasi-kombinasi hasil yang diekspektansi, yang diinginkan (J. Winardi, 2002, p. 102).
Dalam teori ekspektansi ada prinsip yang disebut hedonisme (hedonism). Hedonisme adalah suatu sifat yang mempunyai kecenderungan untuk memaksimalkan kesenangan dan meminimalkan kesedihan. Manusia adalah makhluk hedonisme. Teori ekspektansi ini dapat digunakan untuk meramalkan perilaku pada setiap situasi, di mana terdapat suatu pilihan di antara dua buah alternatif atau lebih.




?Belajar menghadapi ujian

Pergi melihat festival reog di Alun-alun

?Belajar empat kali sehari

Belajar sekali saja sehari

Sedangkan Vroom mengatakan bahwa ekspektasi mewakili keyakinan seseorang individu bahwa tingkat upaya tertentu akan diikuti oleh suatu tingkat kinerja tertentu (Vroom, dalam J. Winardi, 2002).
Hal tersebut dapat digambarkan sebagaimana bagan berikut ini.


UPAYA
EKSPEKTASI KINERJA

Gambar berikut memberikan ilustrasi tentang motivasi melalui keadilan, ekspektasi dan penetapan tujuan.


Upaya Tinggi
Tujuan Kinerja
Hasil 1
Hasil 2
Hasil 3
Hasil 1
Hasil 2
Hasil 3

Keputusan untuk me-laksanakan upaya
Ekspektasi : apa-kah peluang saya untuk mencapai tujuan kinerja apabila saya bekerja keras ?
Ekspektasi apakah peluang saya untuk mencapai tujuan kinerja apabila saya bekerja asal-asalan
Upaya Rendah
Tujuan Kinerja
Instrumen-talitas apa-kah peluang-peluang saya untuk mencapai macam-ma-cam hasil apabila saya men-capai tujuan kinerja saya ?

Valensi berapakah penilaiannya terhadap hasil tersebut















Gambar : Sebuah model umum tentang teori ekspektasi
(J. Winardi, 2002 p. 105)
Model di atas menunjukkan beberapa variabel yang mempengaruhi tingkat motivasi seorang individu. Menurut Vroom, motivasi seseorang berkisar sekitar keputusan tentang berapa banyak upaya akan dikerahkan dalam sebuah situasi tugas khusus. Pilihan tersebut didasarkan pada urutan dua tahap upaya (upaya kinerja dan kinerja hasil).
Pertama-tama motivasi dipengaruhi oleh ekspektansi seorang individu, bahwa tingkat upaya tertentu akan menyebabkan tercapainya tujuan yang diinginkan. Motivasi juga dipengaruhi oleh kemungkinan-kemungkinan yang dipersepsi oleh orang yang bersangkutan, tentang pencapaian berbagai macam hasil sebagai akibat dilaksanakannya tujuan kinerjanya. Akhimya para individu dimotivasi hingga tingkat, di mana mereka menilai hasil yang diterima.

Adapun instrumentalitas adalah sebuah persepsi :

KINERJA HASIL

Gambar di atas menunjukkan bahwa hasil tertentu tergantung pada pelaksanaan suatu tingkat kinerja tertentu pula. Kinerja bersifat instrumentalitas apabila ia menyebabkan timbulnya suatu hal lain. Misalnya, kegiatan belajar bersifat instrumentalitas untuk lulus ujian.
Sedangkan valensi (valence) berhubungan dengan nilai positif atau negatif yang diberikan orang terhadap hasil. Valensi mencerminkan referensi-referensi pribadi kita. Sebagai contoh, kebanyakan siswa memiliki valensi positif untuk mendapatkan pujian atau penghargaan, sebaliknya hukuman akan menunjukkan valensi negatif bagi mereka.

Kategori yang keempat adalah motivasi melalui penetapan tujuan. Orang-orang yang berhasil cenderung mempunyai pola yang sama; kehidupan mereka berorientasi pada tujuan. Hal ini berlaku bagi siapa saja termasuk bagi siswa. Siswa yang berorientasi pada tujuan yang jelas, cenderung menemukan jalur yang benar karena mereka mengetahui ke mana mereka menuju, untuk apa mereka melakukan sesuatu, misalnya kegiatan belajar.
Kemudian, bagaimana menetapkan tujuan bekerja ? Berikut ini ada sebuah model instruktif yang dikembangkan oleh Edwin A. Locke dan kawan-kawan sebagaimana disajikan dalam gambar berikut.




Mengarahkan perhatian kita
Mengatur upaya kita
Meningkatkan persistensi kita
Mendorong perkembangan pencapaian tujuan strategi-strategi atau rencana-rencana kegiatan
Kinerja tugas
Tujuan-tujuan memotivasi individu melalui …











Gambar. Model dari Edwin A. Locke tentang penetapan tujuan (J. Winardi, 2002, p. 118)

2.3. Pengaruh Kedekatan terhadap Motivasi
Suatu proses yang meliputi sifat yang mendorong dan mengarahkan secara khusus disebut motivasi (Brophy, 1983; Wlodkowski, 1978). Hal ini bisa membawa siswa pada perilaku investigatif dan membangunkan, memberi arah dan tujuan terhadap perilakunya, membiarkan perilaku tersebut terus berlangsung dan mengarahkan pada pilihan-pilihan dan perilaku yang disukai (Ames, 1986; Weiner, 1979).
Menurut Brophy (1987), motivasi siswa untuk belajar dapat dikonseptualisasikan baik dengan suatu keyakinan maupun orientasi keadaan. Motivasi keyakinan merupakan suatu kecenderungan yang umum dan terus menerus terhadap belajar, sementara motivasi keadaan merupakan suatu sikap terhadap kelas khusus. Motivasi belajar sering dirangsang melalui berbagai macam cara, komunikasi harapan, pengajaran langsung. atau sosialisasi oleh guru (Brophy, 1987). Wittrock (1978) menyatakan bahwa skema motivasi ini meliputi aspek baik unsur sikap maupun kognitif melalui pengembangan tujuan dan strategi pengajaran. Jadi, guru bisa menjadi perantara aktif dalam lingkungan pendidikan dan oleh sebab itu, mampu mendorong pengembangan motivasi belajar siswa (Christophel, 1990).
Sebuah ringkasan literatur menunjukkan bahwa kedekatan antara pengajar dan pebelajar nampaknya berpengaruh terhadap kepuasan pebelajar terhadap proses pembelajaran, dan kepuasan terhadap proses pembelajaran mungkin berpengaruh terhadap motivasi siswa terhadap proses pembelajaran tersebut (Christophel, 1990; Frymier, 1993). Siswa yang mulai proses pembelajaran dengan motivasi rendah akan meningkat tingkat motivasinya nanti pada semester ketika diberikan guru yang sangat dekat. Sedangkan murid-murid yang memulai semester dengan motivasi tinggi dapat menjaga motivasinya tanpa mempedulikan tingkat kedekatan guru. Oleh sebab itu, penelitian ini memberikan dukungan terhadap himbauan penggunaan teknik kedekatan untuk membuat suatu perbedaan dalam motivasi siswa. Kedekatan (verbal dan nonverbal) benar-benar merupakan alat di dalam ruang kelas untuk meningkatkan motivasi siswa (Hurt, Scott, & Mc. Croskey, 1978).
3. Motivasi Belajar
Setiap manusia pada dasarnya berbuat sesuatu karena adanya dorongan oleh suatu motivasi tertentu. Motivasi adalah dorongan yang ada di dalam diri manusia yang menyebabkan ia berbuat sesuatu. Di samping itu, motivasi juga merupakan keinginan, hasrat, dan tenaga penggerak yang berasal dari dalam diri manusia untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah juga suatu kondisi fisiologis dan psikologis yang terdapat dalam diri seseorang yang mengukur tindakannya dengan cara tertentu (Crowl, Kaminsky, and Podell, 1997). Dalam kegiatan pembelajaran, motivasi sangat penting karena motivasi dapat berfungsi sebagai (1) energizer, yakni motor penggerak yang mendorong mahasiswa untuk berbuat sesuatu misalnya perbuatan belajar, (2) directedness, yakni menentukan arah perbuatan ke arah tujuan yang ingin dicapai, (3) patterning, yakni menyelesaikan perbuatan-perbuatan apa yang harus dikerjakan yang serasi guna mencapai tujuan (McClelland, 1997). Lebih lanjut McClelland (1997) menyatakan bahwa motivasi dapat didasarkan pada tiga jenis kebutuhan, yakni: (1) kebutuhan berprestasi (need for achievement atau n Ach), (2) kebutuhan akan afiliasi (need/or affiliation atau n Aff), dan (3) kebutuhan akan kekuasaan (need for power atau n pow).
Motivasi belajar adalah harapan untuk mendapatkan kepuasan dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar yang sulit dan menantang. Apabila berbicara dalam kaitannya dengan pencapaian prestasi di sekolah maka motivasi belajar diartikan sebagai dorongan untuk berperilaku tertentu dalam menyelesaikan tugas-tugas belajar dengan suatu standar keunggulan yang hasilnya dapat dievaluasi. Selain itu, motivasi belajar sebagai kekuatan yang berhubungan dengan pencapaian beberapa standar keunggulan dan kepandaian, yang merupakan suatu dorongan yang terdapat di dalam diri seseorang sehingga ia berusaha dalam semua aktivitas setinggi-tingginya (Heckhausen, 1967). Motivasi belajar sebagai suatu kondisi pendorong dalam diri individu yang memegang peranan penting dalam beberapa situasi untuk memelihara atau membuat standar penampilan/keunggulan dirinya yang tinggi. Dalam kegiatan pembelajaran, seseorang yang motivasi belajamya tinggi cenderung menjadi lebih pintar sewaktu mereka dewasa. Motivasi belajar adalah suatu dorongan dari dalam diri pebelajar yang direalisasikan dalam bentuk usaha untuk mencapai sukses dalam belajar. Orang yang mempunyai motivasi tinggi cenderung memiliki kekhawatiran akan gagal. Di samping itu, orang yang mempunyai motivasi belajar tinggi memiliki sikap yang positif terhadap situasi yang mendukung terjadinya motivasi tersebut. Selanjutnya McClelland (1967) dalam berbagai percobaannya menunjukkan bahwa individu yang mempunyai motivasi belajar tinggi apabila dihadapkan pada tugas-tugas yang kompleks cenderung melakukannya dengan lebih baik, sehingga apabila berhasil, mereka nampak antusias untuk menyelesaikan tugas-tugas yang lebih berat dan lebih baik lagi.
Pendapat McClelland di atas didukung oleh Haditono. Menurut Haditono (1979), motivasi belajar adalah “the disposition to strive for achievement in relation to evaluate standard of exellence”. Orang yang mempunyai motivasi tinggi akan berusaha untuk berbuat lebih baik daripada orang lain dan berbuat lebih baik daripada yang pernah dia kerjakan.
Motivasi belajar merupakan kecenderungan seorang pebelajar untuk meningkatkan atau mempertahankan kecakapan atau keterampilan dalam bidang tertentu dengan standar kualitas sebagai pedomannya (Heckhausen, 1967). Adapun standar kualitas motivasi belajar menurut Heckhausen adalah sebagai berikut : (1) dalam menyelesaikan tugas harus baik, (2) membandingkan dengan prestasi yang diperoleh sebelumnya, dan (3) membandingkan dengan prestasi orang lain. Sedangkan Winkel (1987) mengemukakan bahwa motivasi belajar adalah daya dalam diri seorang pebelajar untuk mencapai taraf prestasi belajar yang setinggi mungkin demi memperoleh kepuasan.
Membahas tentang motivasi tidak bisa terlepas dari pembahasan tentang perilaku secara keseluruhan, karena motivasi adalah proses penyebab timbulnya perilaku. Namun pada garis besarnya teori-teori tersebut dapat digolongkan ke dalam tiga golongan, yaitu (a) teori insting, (b) teori dorongan (drive), dan (c) teori kognitif (Weiner, 1972; Petri, 1981; Franken, 1982; Buck, 1988). Timbulnya teori motivasi di atas dimulai adanya kebutuhan-kebutuhan yang sifatnya internal. Kebutuhan-kebutuhan tersebut menimbulkan ketegangan pada organisme dan ketegangan ini menimbulkan suatu dorongan yang bertujuan untuk mengadakan pemuasan terhadap kebutuhan agar ketegangan yang sedang berlangsung hilang atau berkurang. Pemuasan terhadap kebutuhan ini dapat dipenuhi dengan dihadirkannya obyek pemuasan yang ada pada dunia eksternal. Faktor internal dan faktor ekstemal mempunyai fungsi yang sama dalam menggerakkan organisme, sehingga timbul suatu aktivitas.
Mcdougall dan Hull (dalam Petri, 1981) mengungkapkan bahwa pendekatan-pendekatan di atas pada dasarnya sama-sama tidak menyangkal terhadap fungsi faktor internal sebagai penyebab timbulnya perilaku, tetapi masih terdapat perbedaan dalam menempatkan istilah motivasi. Misalnya, ada yang berpendapat bahwa motivasi adalah faktor internal, sedangkan faktor eksternal adalah faktor non motivasional. Namun Deci dan Hunt (dalam Petri, 1981) menyebutkan bahwa motivasi itu menyangkut faktor internal dan faktor eksternal. Terlepas dari perbedaan tersebut, konsep motivasi yang dijadikan dasar dalam penelitian ini adalah segala sesuatu yang menggerakkan organisme baik yang sumbernya dari faktor internal maupun dari faktor eksternal sesuai dengan pendapat yang akan diuraikan lebih lanjut.
Motivasi merupakan suatu proses yang mengarah pada pencapaian suatu tujuan. Motivasi bisa juga dikatakan sebagai suatu konstruksi yang mengaktifkan dan mengarahkan perilaku dengan cara memberi dorongan atau daya pada organisme, sehingga terjadi perilaku. Petri (1981) berkeyakinan bahwa perilaku selain refleks-refleks tidak akan terjadi tanpa adanya motivasi yang juga disebutnya dengan istilah drive. Motivasi merupakan suatu konstruksi dengan mempunyai karakteristik, yaitu intensitas dan arah pada individu untuk melakukan sesuatu secara terus menerus. Petri (1981) menyatakan bahwa motivasi merupakan suatu istilah untuk menyatakan tentang intensitas suatu perilaku. Artinya intensitas suatu perilaku tergantung pada besar kecilnya motivasi yang ada.
Berdasarkan uraian di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa motivasi merupakan suatu kondisi yang menimbulkan dan mengaktifkan perilaku, yaitu dengan meningkatkan intensitas dan mengarahkan perilaku. Dengan demikian perilaku terjadi secara persisten dan mengarah pada tujuan tertentu. Jadi adanya motivasi merupakan indikator kesungguhan dan kontinuitas perilaku yang mengarah pada obyek tertentu.
Motivasi merupakan faktor yang sangat menentukan prestasi belajar siswa. Sering dijumpai siswa yang memiliki intelegensi yang tinggi tetapi prestasi belajar yang dicapainya rendah, akibat kemampuan intelektual yang dimilikinya tidak/kurang berfungsi secara optimal. Salah satu faktor pendukung agar kemampuan intelektual yang dimiliki siswa dapat berfungsi secara optimal adalah adanya motivasi yang tinggi dalam dirinya. Motivasi merupakan perubahan tenaga di dalam diri seseorang yang ditandai oleh dorongan afektif dan reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan (Donald dalam Wasty Sumanto, 1998). Motivasi merupakan dari belajar. Dari pengertian motivasi tersebut tampak tiga hal, yaitu :
Yang pertama, motivasi dimulai dengan suatu perubahan tenaga dalam diri seseorang. Yang kedua, motivasi itu ditandai oleh dorongan afektif yang kadang tampak dan kadang sulit diamati, dan yang ketiga, motivasi ditandai oleh reaksi-reaksi untuk mencapai tujuan. Siswa akan berusaha sekuat tenaga apabila ia memiliki motivasi yang besar untuk mencapai tujuan belajar. Siswa akan belajar dengan sungguh-sungguh tanpa dipaksa, bila memiliki motivasi yang besar, yang dengan demikian diharapkan akan mencapai prestasi yang tinggi. Adanya motivasi belajar yang tinggi dalam diri siswa merupakan syarat agar siswa terdorong oleh kemampuannya sendiri untuk mengatasi berbagai kesulitan belajar yang dihadapinya, dan lebih lanjut siswa akan sanggup untuk belajar sendiri.
4. Perolehan Hasil Belajar
Perolehan hasil belajar merupakan bentuk perubahan tingkah laku yang ditunjukkan pebelajar setelah mereka mengikuti proses pembelajaran. Dalam hal ini, seorang siswa dikatakan berhasil dalam proses pembelajarannya apabila ia sudah mampu menunjukkan adanya perubahan pada tingkah lakunya. Namun secara spesifik, dalam penelitian ini, perolehan hasil belajar adalah gambaran tingkat penguasaan pebelajar terhadap suatu materi pembelajaran yang dapat diukur berdasarkan nilai atau skor jawaban benar atas soal tes yang disusun sesuai dengan tujuan-tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan sebelumnya.
Menurut Gagne (1985), perolehan hasil belajar dapat dikelompokkan menjadi lima kategori. Kelima kategori tersebut adalah sebagai berikut : (1) keterampilan intelektual, (2) strategi kognitif, (3) informasi verbal, (4) sikap, dan (5) keterampilan motorik.
Keterampilan intelektual, sebagai perolehan hasil belajar, memungkinkan seseorang mampu berinteraksi dengan lingkungannya melalui penggunaan angka, kata-kata, simbol-simbol, rumus, prinsip, prosedur, atau gagasan-gagasan. Dengan keterampilan intelektual siswa mampu mengerjakan (how to) sesuatu dengan fakta yang dimilikinya. Keterampilan intelektual bersifat hierarkis atau berjenjang. Tingkatan-tingkatan tersebut antara lain : kemampuan diskriminasi, konsep-konsep terdefinisi, kaidah-kaidah, dan kaidah tingkat tinggi. Sedangkan tingkatan keterampilan intelektual yang paling rendah adalah kemampuan diskriminasi. Diskriminasi merupakan suatu kemampuan untuk memberikan respon yang berbeda terhadap stimulus yang berbeda dalam satu atau lebih dimensi fisik. Adapun kemampuan konsep adalah suatu kemampuan untuk memahami konsep-konsep kongkrit terhadap sifat atau atribut obyek, seperti warna, bentuk, dan ukuran. Seseorang dikatakan telah mengerti konsep apabila ia telah mampu mendemonstrasikan arti suatu obyek, kejadian atau hubungan-hubungannya. Sedangkan keterampilan intelektual yang paling tinggi adalah kemampuan atas aturan atau kaidah-kaidah. Kemampuan kaidah mempunyai dua tingkat, yaitu kemampuan kaidah tingkat rendah dan kemampuan kaidah tingkat tinggi.
Kategori kedua adalah strategi kognitif. Strategi kognitif merupakan kemampuan siswa untuk mengontrol interaksinya dengan lingkungan. Misalnya, siswa menggunakan strategi kognitif untuk membaca artikel di majalah ilmiah. Apa yang dipelajari dari artikel tersebut mungkin cuma fakta, rumus-rumus, atau penerapan teori. Namun untuk menyeleksi informasi yang dibacanya, memberikan kode terhadap informasi yang direkam di pikirannya, dan menemukan kembali informasi tersebut untuk keperluan lain, merupakan strategi kognitif. Dalam hal tersebut, siswa menggunakan strategi kognitif untuk memahami apa yang sudah dibaca dan dipelajarinya, dan untuk memecahkan masalah. Strategi kognitif merupakan cara siswa untuk mengorganisasikan dan mengontrol proses belajarnya (dan juga proses berpikir, memecahkan masalah, dan mengambil keputusan).
Kategori perolehan hasil belajar yang ketiga adalah informasi verbal yang juga disebut pengetahuan verbal. Pengetahuan verbal disimpan sebagai jaringan dari proposisi-proposisi. Sebagai perolehan hasil belajar, informasi verbal dapat diperoleh melalui kata-kata yang diucapkan orang lain, membaca, mendengarkan radio, menonton televisi, dan media lainnya.
Sedangkan kategori perolehan hasil belajar yang lain adalah sikap. Sikap merupakan produk dari proses sosialisasi di mana seseorang bereaksi sesuai dengan rangsang yang diterimanya (Ma’rat, 1981). Jika sikap mengarah pada obyek tertentu, berarti bahwa penyesuaian diri terhadap obyek tersebut dipengaruhi oleh lingkungan sosial dan kesediaan untuk bereaksi dari orang tersebut terhadap obyek.
Kategori perolehan hasil belajar selanjutnya adalah keterampilan motorik. Keterampilan motorik merupakan kemampuan yang diperoleh melalui proses belajar yang berupa gabungan antara kegiatan fisik dan keterampilan intelektual, misalnya membaca, menulis, bermain musik, dan lain-lainnya. Keterampilan motorik seseorang diukur berdasarkan pengamatan terhadap unjuk kerja orang tersebut.
Adapun perolehan hasil belajar siswa yang akan diteliti dalam penelitian ini adalah nilai yang ada di buku raport.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar